Analisis Struktur Aktan dan
Model Fungsional
Legenda Putri Hijau
Sahril
Abstract
Princess Legend of the Green is one
of the literary tradition of the Malay community and society Karo in North
Sumatra. This legend tells about the events of the war between the Kingdom of
Aceh with the Kingdom Delitua. The story in Legend of Princess Green contains
action, characteristics of the characters, the story and the plot is very
interesting. Green Princess Legend of research conducted to determine the
structural and functional aktansial scheme contained in the story and find the
main frame forming a story. The problems of this study were (1) How aktansial
scheme and the functional structure of the Green Princess Legend of story? (2)
What is the correlation actant scheme and the functional structure of the Green
Princess Legend of story? The approach used in this study is objective approach
is the approach that focuses on literature or literary texts and more emphasis
on literature as an object of research focus. Research target is the structure
of the Green Princess Legend of story text. The data of this study is the story
structures containing actant scheme and the functional structure of the story
contained in the Legend of the Green Princess. The method used in this research
is a method for assessing the structural model of Greimas about Green Princess
Legend of story structure based scheme actants and functional structure. Her actants already complex structure and
functional analysis of the model has met three steps. Thus, it can be concluded
that the Princess Legend of the Green storyline could be said to satisfy the
structural and functional theory of Greimas. All structures actants are met and
all stages in the functional model are met.
Keywords:
legend green princess-actant structure and
functional model
Abstrak
Legenda
Putri Hijau
adalah salah satu karya sastra tradisi masyarakat Melayu dan masyarakat Karo di
Sumatera Utara. Legenda ini menceritakan tentang peristiwa
peperangan antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Delitua. Cerita dalam Legenda Putri Hijau mengandung aksi,
karakteristik tokoh, isi cerita dan alur yang
sangat menarik. Penelitian Legenda Putri
Hijau dilakukan untuk mengetahui skema aktansial dan struktur fungsional
yang terkandung dalam cerita dan menemukan kerangka utama pembentuk cerita.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah skema aktansial
dan struktur fungsional dalam cerita Legenda
Putri Hijau? (2) Bagaimanakah korelasi skema aktan dan struktur fungsional
dalam cerita Legenda Putri Hijau?
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan obyektif yaitu
pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra atau teks sastra dan lebih
menekankan pada obyek sastra sebagai fokus penelitian. Sasaran penelitian
adalah struktur teks cerita Legenda Putri
Hijau. Data penelitian ini adalah struktur-struktur cerita yang mengandung
skema aktan dan struktur fungsional yang terdapat dalam cerita Legenda Putri Hijau. Metode yang
digunakan dalam penelitan ini yaitu metode struktural model Greimas karena
mengkaji tentang struktur cerita Legenda
Putri Hijau berdasarkan skema aktan dan struktur fungsionalnya. struktur aktannya sudah kompleks dan
analisis model fungsional telah terpenuhi ketiga tahap-tahapnya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa alur cerita Legenda
Putri Hijau bisa dikatakan memenuhi struktural dan fungsional dari teori
Greimas. Semua struktur aktan terpenuhi dan semua tahap dalam model fungsional
terpenuhi.
Kata kunci: legenda putri
hijau-struktur aktan dan model fungsional
I.
Pendahuluan
Legenda
Puteri Hijau, merupakan sebuah cerita rakyat
Melayu Deli yang banyak mengandung unsur sejarah dan mitos. Ada tiga etnis yang
terlibat dalam kisah heroik tanah Deli ini, yaitu etnis Melayu, Karo, dan Aceh.
Bahkan sebagian masyarakat Melayu Deli dan Karo menganggap kisah ini adalah
kisah yang keramat atau sacral yang betul-betul pernah terjadi di tanah Deli. Mereka
mengatakan bahwa Putri Hijau masih hidup, tinggal bersama kakaknya di dasar
laut sekitar Pulau Berhala. Berbagai situs yang berkaitan dengan Legenda Puteri Hijau, sampai saat ini
masih dipercaya mempunyai unsur-unsur magis dan disakralkan. Di antaranya,
meriam puntung yang sebagian terletak di samping halaman istana Maimoon, sebagian
lagi di Desa Sukanalu (Tanah Karo), dan di Delitua (Deliserdang). Ada perigi (sumur) yang dipercaya sebagai tempat pemandian
Puteri Hijau, yang masih dikeramatkan oleh masyarakat Karo di Desa Pama, Delitua.
Orang-orang Tionghoa dan masyarakat sekitar acap datang berziarah ke meriam
puntung dan perigi yang memiliki sumber mata air jernih dan tiada pernah habis.[1]
Pada tahun 1970-an, di Pesisir
Sumatera Timur sering ada pementasan sandiwara keliling dari kampung ke kampung
berikutnya. Di saat kelompok sandiwara ini hendak mementaskan kisah Putri Hijau, maka sebelum pementasan
diadakan upacara menghanyutkan lancang kuning ke laut. Konon, menurut Bapak
Kamaruddin,
“kalau upacara ini tidak dilakukan, akan terjadi petaka bagi kelompok sandiwara
itu”. Peristiwa tragis pernah terjadi pada tahun 1960-an di Gedung Kesenian
Medan, ketika itu ada satu kelompok teater hendak mementaskan kisah Putri Hijau, karena tidak ada
pelaksanaan upacara menghanyutkan lancang kuning, maka pada saat pementasan tiba-tiba
datang angin taupan hingga gedung kesenian itu ambruk.
Legenda Puteri Hijau
ini juga dikaitkan dengan awal berdirinya kerajaan Deli. Putri Hijau yang selalu digambarkan dengan segala kosakata
kecantikan, bertahan hingga kini dalam dua versi. Versi pertama berasal dari
catatan sejarah yang mirip cerita lisan yang berkembang di masyarakat Melayu
Deli. Versi kedua adalah bersifat legenda.[2] Kisah Putri Hijau ini juga pernah ditulis
dalam bentuk syair, dengan judul Syair Putri Hijau yang ditulis oleh A. Rahman
tahun 1962.
Cerita
rakyat dalam kajian ilmu folklore,
dijelaskan William R. Bascom (dalam Danandjaja, 2007)[3] dibagi
dalam tiga golongan besar yaitu: mitos, legenda, dan dongeng. Menurut
Danandjaja (2007: 2)
[3], legenda adalah suatu cerita yang
dianggap betul pernah terjadi. Namun, pada umumnya tidak dianggap suci. Legenda
ditokohi manusia yang mempunyai sifat luar biasa. Tempat terjadinya di dunia
ini dan terjadinya belum terlampau lama. Menurut Aminuddin (1984:2)[4] cerita rakyat
adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan langsung oleh seseorang pada
orang lain melalui penuturan lisan.
Mengingat kesakralan cerita rakyat
Putri Hijau ini, sampai saat ini tidak banyak yang membahas atau mengkajinya.
Secara akademik, baru dua orang yang mengkaji cerita Putri Hijau, yaitu Irwansyah
untuk Tesis beliau di UGM pada tahun 1989 dengan judul “Syair Puteri Hijau:
Telaah Sejarah Teks dan Resepsi”. Dan Wan Syaifuddin, sebagai Tesis di
Universiti Sains Malaysia pada tahun 1994 dengan judul “Syair Lisan Melayu
Deli, Tumpuan Khusus Terhadap Syair Puteri Hijau”.
Berangkat dari kondisi tersebut, peneliti melakukan pengkajian Legenda Putri Hijau sebagai obyek penelitian. Penelitian ini tidak
berdasarkan teks Syair Putri Hijau, tetapi dari genre legendanya. Peneliti
memilih Legenda Putri Hijau dikarenakan, menurut pembacaan sementara, setiap cerita
rakyat memiliki struktur yang kompleks yang unsur-unsurnya sangat fungsional.
Sehubungan dengan masalah yang akan dibahas adalah struktur dan berbagai fungsi
unsurnya, jadi teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori
struktural, sebagaimana yang dikembangkan oleh A.J. Greimas.
II.
Landasan Teori
Analisis struktur aktan lebih mengeksploitasi eksistensi tokoh dan
keterlibatannya dalam berbagai peristiwa. Greimas mengisahkan hubungan-hubungan
yang dapat terjadi antara pelaku (actans) sebuah cerita. (Luxemburg, 1984: 41)[5]. Dengan
demikian, perlu dianalisis hubungan antartokoh dalam cerita. Oleh karena itu,
peneliti menggunakan teori aktan dan model fungsional yang dikembangkan oleh
Greimas.
Algirdas Julien Greimas merupakan peganut aliran
struktural dari Prancis. Ia mengembangkan teori Propp. Sebelumnya Propp
memperkenalkan unsur naratif terkecil yang sifatnya tetap dalam sebuah karya
sastra sebagai fungsi. Jadi, teori Propp ini menitiberatkan pada fungsi dan
peran. Berdasarkan teori Propp inilah, Greimas mengembangkan teori aktan.
Menurut Greimas[6] aktan adalah sesuatu yang
abstrak, tentang cinta, kebebasan, atau sekelompok tokoh. Menurutnya juga,
aktan adalah satuan naratif terkecil. Dikaitkan dengan satuan sintaksis
naratif, aktan berarti unsur sintaksis yang memiliki fungsi-fungsi tertentu.
Sedangkan fungsi adalah satuan dasar cerita yang menerangkan tindakan logis dan
bermakna yang berbentuk narasi. Dengan kata lain, skema aktan tetap
mementingkan alur cerita energi terpenting yang menggerakkan cerita sehingga
menjadi penceritaan, dengan episode terpenting yang terdiri atas permulaan,
komplikasi, dan penyelesaian (Ratna, 2004:139).[7]
Skema aktansial yang digunakan akan
menurunkan struktur sebuah cerita didasari oleh adanya oposisi-oposisi biner
yaitu; subyek (S) yang menginginkan suatu obyek (O). Obyek ini pada
gilirannya, merupakan obyek yang dikomunikasikan antara pengirim (sender/P1)
dan penerima (receiver/P2). Bersamaan dengan itu, keinginan S didukung
oleh penolong (helper/P3) dan dihambat oleh penghalang (opponent/P4).
Greimas kemudian menawarkan tiga lingkungan pertentangan
yang meliputi enam aktan (peran, pelaku) yaitu,
a) subyek
(subject)—obyek (object)
b) pengirim
(sender) – penerima (receiver), dan
c) penolong
(helper) – penentang (opponent)
Struktur aktan yang dikemukakan oleh Greimas dapat dilihat
dalam bagan di bawah ini:
Bagan:
Struktur Aktan Greimas
Fungsi dan kedudukan masing-masing
aktan adalah sebagai berikut:
1)
pengirim (sender) adalah seseorang
atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan penggerak cerita. Pengirim memberikan
karsa kepada subyek untuk mencapai obyek.
2)
Obyek adalah seseorang atau sesuatu
yang diinginkan subyek
3)
Subyek adalah sesuatu atau seseorang
yang ditugasi pengirim untuk mendapatkan obyek.
4)
Pembantu adalah sesuatu atau
seseorang yang membantu atau mempermudah mendapatkan obyek.
5)
Penerima adalah sesuatu atau
seseorang yang menerima obyek yang diusahakan oleh subyek.
6)
Penentang adalah seseorang atau
sesuatu yang menghalangi usaha subyek dalam mencapai obyek.
Selain
menunjukkan model aktan, Greimas juga menunjukan model fungsional. Model
fungsional untuk menguraikan peran subyek dalam rangka melaksanakan tugas dari
pengirim yang terdapat dalam aktan. Model fungsional dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu situasi awal, transformasi, dan situasi akhir. Situasi
transformasi dibagi menjadi tiga tahapan, tahap uji kecakapan, tahap utama, dan
tahap membawa kegemilangan.
Greimas
mengemukakan model cerita dan tetap sebagai alur yang dibangun oleh berbagai
tindakan yang disebut fungsi (Greimas dalam Zaimar, 2008: 327--328) [8]. Model
fungsional memiliki cara kerja yang tetap karena memang sebuah cerita selalu
bergerak dari situasi awal ke situasi akhir. Struktur aktan dan model
fungsional memiliki hubungan kausalitas karena hubungan antaraktan itu
ditentukan oleh fungsi-fungsinya dalam membangun struktur cerita. Adapun
operasi fungsionalnya dibagi menjadi tiga tahap seperti tampak pada bagan
berikut.
1) Situasi awal
2) Tranformasi:
tahap kecakapan, tahap utama, dan tahap kegemilangan
3) Situasi
akhir
Berikut
ini skema fungsi Greimas yang merupakan kelanjutan dari skema aktan di atas.
Situasi Awal
|
Transformasi
|
Situasi
Akhir
|
Cobaan Awal
|
Cobaan Utama
|
Tahap
Kegemilangan
|
|
|
|
|
|
Tabel:
Skema Fungsi Greimas
Skema fungsi
itu memperlihatkan tahapan-tahapan yang dilalui dan menampilkan cerita dari
sisi aktan-subyek mulai dari awal sampai akhir, tentunya dengan tiga tahap
transformasi yang dilalui (cobaan awal, cobaan utama, dan tahap kegemilangan).
Aktan-subyek bisa saja mencapai kegemilangan, begitu pun sebaliknya (Greimas
dalam Zaimar, 2008: 327--328)[8].
Dari pemaparan
di atas, maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
struktur dan model fungsional dalam cerita Legenda
Putri Hijau berdasarkan teori yang dikemukakan A.J. Greimas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
struktur aktan dan model fungsional dalam cerita Legenda Putri
Hijau berdasarkan
teori A.J. Greimas. Peneliti juga akan melihat posisi tokoh Putri Hijau dalam
konteks sejarah.
III.
Metode
Penelitian
Menurut Sugiyono (2008: 8)[9], metode penelitian kualitatif sering
disebut metode penelitian naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa
adanya tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak tidak
mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu
data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu, dalam
penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih
menekankan pada makna (Sugiyono, 2008: 8)[9].
Proses penelitian kualitatif memiliki tiga tahap. Pertama, tahap orientasi
atau deskripsi. Di sini peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar,
dirasakan, dan ditanyakan. Kedua, tahap reduksi/fokus, yaitu peneliti mereduksi
segala informasi yang telah diperoleh pada tahap pertama. Ketiga, tahap
seleksi, yaitu peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih
rinci (Sugiyono, 2008: 19—20) [9].
Berdasarkan paparan metode kualitatif di atas, maka penelitian ini menggunakan
metode kualitatif-desktiptif. Metode ini digunakan untuk mengetahui tentang
struktur aktan dan model fungsional dalam cerita Legenda Putri
Hijau berdasarkan
teori Greimas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa melalui penelitian
terhadap sastra daerah. Greimas lebih menekankan teori analisional fungsional
para tokoh dan fungsinya karena pada hakikatnya hanya tokohlah yang mampu
membangun hubungan antar-unsur dalam keseluruhan unsur. Dengan menggunakan
metode tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan struktur aktan
dan model fungsional dalam cerita Legenda Putri
Hijau.
IV.
Hasil dan
Pembahasan
4.1
Sinopsis Legenda Putri Hijau
Sultan Sulaiman memerintah Kerajaan Delitua
dengan adil dan bijaksana. Ia adalah seorang duda yang istrinya telah meninggal
dunia dan dia tidak pernah menikah lagi. Ada tiga orang anak Raja Delitua,
yaitu Mambang Yazid, Putri Hijau, dan Mambang Khazali. Pada suatu hari raja
jatuh sakit, semakin lama semakin tak tertolongkan dan akhirnya Sultan Sulaiman
meninggal dunia dan digantikan dengan putra sulungnya, Mambang Yazid.
Sementara itu di Aceh berdiri suatu
kerajaan yang kuat. Pada suatu Jumat malam. Ketika Raja Aceh sedang berdiri di muka
pintu dan memandang laut, terlihat cahaya berwarna hijau di langit. Raja
memanggil Wajir dan mempertanyakan sinar itu kepada Wajir. Menurut dugaan Wajir,
warna itu adalah cahaya Batara Indra namun, Raja Aceh masih sangsi akan dugaan
tersebut. Raja memerintahkan kepada Wajir untuk mencari orang yang akan pergi
untuk mencari cahaya hijau itu. Wajir menjawab bahwa dia sendiri yang akan
pergi.
Wajir, menteri, dan para pengawalnya
berjalan ke selatan. Malam hari mereka melihat cahaya itu, cahaya hijau yang
makin lama makin jelas. Setelah berhari-hari berjalan, mereka sampai di Labuhan
Deli dengan menyamar sebagai buruh mereka tahu bahwa cahaya itu berada di Delitua.
Lalu mereka berjalan ke Delitua. Mereka terpana ketika bertemu dengan Putri
Hijau. Kecantikan Putri Hijau itu luar biasa.
Selanjutnya mereka memutuskan untuk
kembali ke Aceh. Sesampainya di Aceh mereka melaporkan kepada Raja Aceh bahwa
cahaya hijau tersebut terdapat pada seorang gadis cantik jelita. Timbullah
keinginan raja untuk memperistri Putri Hijau dari Kerajaan Delitua itu.
Raja Aceh memerintahkan kepada Wajir
untuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk meminang Putri Hijau. Setelah
berlayar selama beberapa hari, rombongan itu sampai di Labuhan Deli. Tembakan meriam
yang diluncurkan dari kapal menyebabkan penduduk bertanya-tanya tentang
kedatangan armada itu, lalu syahbandar pergi ke pelabuhan dan menanyakan maksud
mereka. Setelah mendengar jawaban mereka dari Aceh dan ingin berlabuh di
pelabuhan itu, Syahbandar menjadi tenang. Keesokan harinya rombongan itu
berangkat ke Delitua. Sesampainya di istana, rombongan itu menghadap raja dan
menceritakan maksud mereka untuk meminang Putri Hijau untuk dijadikan istri Raja
Aceh. Raja Delitua sangat senang mendengar maksud mereka. Dia meminta waktu dua
hari untuk memberi jawaban yang pasti dan para rombongan pun bergerak keluar
kota dan bermalam di sana.
Raja Delitua mencoba untuk
meyakinkan adiknya mengenai pinangan Raja Aceh itu. Namun, Putri Hijau
mengatakan kepada abangnya untuk menolak lamaran Raja Aceh dengan alasan Putri
Hijau merasa belum matang untuk menjadi seorang istri raja, Putri Hijau juga
masih berduka karena teringat akan almarhum ayah dan ibunya.
Ketika utusan Raja Aceh memohon
untuk menghadap raja. Raja Delitua mengatakan kepada utusan itu bahwa dia tidak
dapat mengabulkan pinangan tersebut. Utusan Aceh merasa terkejut mendengar
jawaban Raja Delitua. Keesokan harinya rombongan kembali ke Aceh kemudian Wajir
menghadap Raja Aceh. Wajir memanas-manasi rajanya dengan mengatakan bahwa Raja Delitua
memandang Raja Aceh seperti anak-anak yang dapat dipermainkan. Mendengar itu,
raja menjadi marah dan menjadi malu atas penolakan tersebut. Lalu,
diperintahkannya para Hulubalang untuk mengumpulkan segala kekuatan dan dalam
waktu tiga hari lagi mereka akan berangkat menyerang Kerajaan Delitua. Perang
pun terjadi antara laskar Aceh dan laskar Delitua.
Setelah berhari-hari berlalu tidak
diketahui siapa pemenang dari perang itu. Raja Aceh mengadakan musyawarah
dengan Wajir dan para Hulubalangnya. Seorang menteri mengajukan usul agar meriam-meriam
Raja Aceh memuntahkan peluru yang berisikan uang emas. Usulan itu diterima
raja. Akibatnya, laskar Delitua sibuk mengutip uang emas yang berserakan di tanah
sehingga mereka menjadi lengah. Laskar Aceh pun menyerang laskar Delitua dengan
mudahnya. Raja Delitua merasa sangat terpukul, dia lalu memanggil kedua adiknya,
raja meminta agar adiknya menyerahkan kota itu dan bersedia menjadi istri raja Aceh
apabila laskarnya kalah. Namun, dia juga meminta adiknya agar mengajukan syarat
kepada Raja Aceh. Yaitu menyediakan satu
keranda kaca dan rakyat Aceh membawa sengenggam bertih dan sebutir telur
apabila dia sampai di pelabuhan Aceh. Setelah itu Raja Delitua meninggalkan
istana tinggallah kedua adiknya. Putri Hijau menyarankan agar mereka pergi lari
ke hutan sebelum Raja Aceh datang. Namun adiknya Putri Hijau memintanya
bersabar karena dia ingin menuntut balas. Putra bungsu pun pergi keluar dan
bertafakur. Tiba-tiba dia menjelma menjadi sepucuk meriam, lalu memuntahkan
pelurunya berkali-kali sehingga banyak laskar Aceh yang gugur. Namun meriam itu
pecah menjadi dua bagian karena meriam itu menjadi panas. Setelah tidak
mendengar tembakan meriam, Raja Aceh menemui Putri Hijau, dia membujuk Putri Hijau
agar bersedia menjadi istrinya. Putri Hijau tidak menolak, tetapi mengajukan
beberapa permintaan sebagaimana yang telah dikatakan oleh abangnya, Raja Delitua.
Keesokan harinya Putri Hijau pergi membersihkan diri ke pancuran yang di pinggirnya
tumbuh pohon limau yang digunakan putri untuk berkeramas. Ketika memetik sebuah
limau Putri Hijau bersumpah tidak akan ada seorang gadis pun yang cantik
secantik dia, dan apabila gadis itu cantik pasti akan ada cacatnya. Agar tidak
ada seorang gadis pun yang mengalami kesedihan sepertinya. Setelah membersihkan
diri, Putri Hijau segera memasuki keranda kaca dan membaringkan diri di situ.
Lalu, keranda itu dimasukkan ke dalam kereta dan mereka bergerak ke Labuhan Deli.
Setelah berlayar beberapa hari
sampailah armada Kerajaan Aceh ke Pelabuhan Jambu Aie, ketika diajaknya Putri Hijau untuk turun dari kapal, Putri Hijau
meminta Raja Aceh agar rakyatnya yang berduyun-duyun ke tepi pantai sambil
membawa sengenggam bertih dan sebutir telur lalu membuangnya ke laut. Pada saat
raja meninggalkan Putri Hijau lalu Putri Hijau keluar dari keranda kacanya,
lalu membakar kemenyan sambil menyebut nama abangnya. Dia telah memutuskan
lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
Beberapa saat kemudian badai datang
sehingga banyak kapal yang terlempar ke pantai. Di tengah cuaca yang buruk itu
muncul seekor naga. Putri Hijau kembali ke keranda kacanya. Raja Aceh dan penduduknya
menyelamatkan diri. Sedangkan sang naga menghancurkan kapal-kapal yang ada di situ.
Ketika kapal yang dinaiki Putri Hijau turut hancur dan tenggelam. Keranda kaca
selamat dan mengapung di permukaan laut. Lalu naga tersebut membawa keranda
kaca ke tengah luat dan menghilang. Membuat raja Aceh merasa kecewa.
Putri Hijau dibawa ke dasar laut, di
sana telah berdiri istana untuk tempat tinggal Putri Hijau. Ketika Putri Hijau
sedang termenung memikirkan apa yang terjadi, tiba-tiba seorang lelaki muncul. Abangnya
mengatakan bahwa istana itu adalah tempat tinggal Putri Hijau dan apabila Putri
Hijau memerlukan bantuan agar dia membakar kemenyan dan memanggil nama
abangnya. Kemudian Mambang Yazid hilang dari pandangan Putri Hijau.
Mambang Yazid kembali ke Delitua. Di
sana dilihatnya bekas kerajaannya hancur dia merasa sangat berduka. Suatu
ketika dia melihat sebuah gua dan dia tertarik untuk melihat isi gua itu.
Ternyata di dalam gua itu keadaanya terang benderang. Di sana terdapat sebuah
taman yang indah sekali. Lalu di suatu tempat di dalam gua itu dilihatnya ada
sebuah meriam yang tidak utuh lagi dan seketika dia merasa kalau itu adalah
adiknya. Dipeluknyalah meriam itu sambil menyebut nama adiknya, Mambnag Khazali.
Tidak lama kemudian muncullah adiknya Mambang Khazali dan mereka pun
berpelukan. Mambang Khazali pun menyampaikan maksudnya untuk berdiam di Gunung Sibayak.
Mambang Yazid pun setuju dan mengirim adikknya ke Gunung Sibayak.
Dikisahkan pula seorang penjalang
kapal yang berangkat dari Pulau Pinang menuju Aceh Barat. Kapal itu diterpa angin kencang sehingga
terpaksa berhenti di tengah laut. Ketika angin ribut telah reda, kapal
bermaksud untuk melanjutkan perjalanan namun, jangkar kapal tidak dapat
diangkat. Nakhoda meminta anak buahnya turun ke laut untuk melihat jangkar
tersebut. Semua terdiam. Tiba-tiba seorang anak muda yang bernama Akhmad Bakri
menyelam. Sesampai di dasar laut, Ahmad Bakri melihat adanya sebuah cahaya
terang. Dia melihat sebuah taman dan istana di situ keadaannya kering bagai daratan.
Jendela istana terbuka dan Bakri pun melihat seorang gadis cantik yang tak lain
adalah Putri Hijau. Putri Hijau lalu memberitahukan kepada Bakri bahwa tempat
itu adalah tempat terlarang. Bakri pun menceritakan apa yang terjadi dengan
kapalnya. Lalu Putri Hijau pun membantu Bakri dan memberikannya segenggam
kersik sambil mengatakan apabila ada yang bertanya kepadanya siapa yang
membantunya katakan namanya Putri Hijau. Setelah di kapal Bakri menceritakan
kepada nakhoda kapal tentang semua yang dialaminya di dasar laut. Bakri
kemudian membuka kersik yang diberikan oleh Putri Hijau dan ternyata isinya
1000 butir berlian.
4.2
Skema Aktan
4.2.1
Skema aktansial dan model fungsional 1
Skema Aktan 1
Pengirim
|
|
Obyek
|
|
Penerima
|
Kerajaan Delitua
|
|
Cahaya
berwarna hijau
|
|
Raja
Aceh
|
|
|
|
|
|
Pendukung
|
|
Subyek
|
|
Penghalang
|
- Sultan Sulaiman
- Raja Aceh
- Wajir
|
|
Mencari
warna hijau
|
|
Keinginan
Raja Aceh memperistri Putri Hijau
|
a.
Kalimat
inti aktansial
Kerajaan Delitua (P1)/(P3), Raja
Aceh (P2)/(P3) merlihat cahaya berwarna hijau di langit (O). Raja memanggil Wajir
(P3)/(P3) dan mempertanyakan sinar itu kepada Wajir. Wajir mencari cahaya hijau
itu (S). Keinginan Raja Aceh untuk memperistri Putri Hijau dari Kerajaan
Delitua itu (P4).
b.
Skema
Fungsional:
(1)
Situasi Awal
Sultan Sulaiman memerintah Kerajaan
Delitua dengan adil dan bijaksana. Ia adalah seorang duda yang istrinya telah
meninggal dunia dan dia tidak pernah menikah lagi. Ada tiga orang anak Raja
Delitua. Pada suatu hari raja jatuh sakit, semakin lama semakin tak
tertolongkan dan akhirnya Sultan Sulaiman meninggal dunia dan digantikan dengan
putra sulungnya, Mambang Yazid.
(2)
Transformasi:
(i)
Cobaan Awal
Sementara itu di Aceh berdiri suatu
kerajaan yang kuat. Pada suatu Jumat malam. Ketika Raja Aceh sedang berdiri di
muka pintu dan memandang laut, terlihat cahaya berwarna hijau di langit. Raja
memanggil Wajir dan mempertanyakan sinar itu kepada Wajir. Raja memerintahkan
kepada Wajir untuk mencari orang yang akan pergi untuk mencari cahaya hijau
itu.
(ii)
Cobaan Utama
Wajir bersama menteri dan
pengawalnya pergi mencari asal cahaya warna hijau.
(iii)
Tahap kegemilangan
Setelah berhari-hari berjalan,
mereka sampai di Labuhan Deli dengan menyamar sebagai buruh mereka tahu bahwa
cahaya itu berada di Delitua. Lalu mereka berjalan ke Delitua. Mereka terpana
ketika bertemu dengan Putri Hijau. Kecantikan Putri Hijau itu luar biasa.
(3)
Situasi Akhir:
Selanjutnya mereka memutuskan untuk
kembali ke Aceh. Sesampainya di Aceh mereka melaporkan kepada Raja Aceh bahwa
cahaya hijau tersebut terdapat pada seorang gadis cantik jelita. Timbullah
keinginan raja untuk memperistri Putri Hijau dari Kerajaan Delitua itu.
4.2.2
Skema aktansial dan model fungsional 2
Skema
Aktan 2
Pengirim
|
|
Obyek
|
|
Penerima
|
Raja Aceh memerintahkan kepada Wajir
untuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk meminang Putri Hijau
|
|
Keberangkatan
rombongan Wajir ke Delitua
|
|
Raja
Delitua
|
|
|
|
|
|
Pendukung
|
|
Subyek
|
|
Penghalang
|
-Wajir
- Raja Aceh
- Putri Hijau
- Raja
Delitua
|
|
Meminang
Putri Hijau untuk istri Raja Aceh
|
|
Putri Hijau menolak lamaran Raja
Aceh
|
a.
Kalimat
inti aktansial
Raja Aceh (P3) memerintahkan kepada Wajir
(P3) untuk meminang Putri Hijau (P1), Wajir berangkat ke Delitua (O). Rombongan
diterima Raja Delitua (P2)/(P3), dan menceritakan maksud mereka untuk meminang
Putri Hijau untuk dijadikan istri Raja Aceh (S), Putri Hijau menolak lamaran Raja
Aceh (P4).
b.
Skema
Fungsional:
(1) Situasi
Awal
Raja Aceh memerintahkan kepada Wajir
untuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk meminang Putri Hijau.
(2) Transformasi:
(i)
Cobaan Awal
Setelah berlayar selama beberapa
hari, rombongan itu sampai di Labuhan Deli. Tembakan meriam yang diluncurkan
dari kapal menyebabkan penduduk bertanya-tanya tentang kedatangan armada itu
lalu, Syahbandar pergi ke pelabuhan dan menanyakan maksud mereka. Setelah
mendengar jawaban mereka dari Aceh dan ingin berlabuh di pelabuhan itu,
Syahbandar menjadi tenang.
(ii)
Cobaan Utama
Keesokan harinya rombongan itu
berangkat ke Delitua. Sesampainya di istana, rombongan itu menghadap raja dan
menceritakan maksud mereka untuk meminang Putri Hijau untuk dijadikan istri Raja
Aceh. Raja Delitua sangat senang mendengar maksud mereka. Dia meminta waktu dua
hari untuk memberi jawaban yang pasti dan para rombongan pun bergerak keluar
kota dan bermalam di sana.
(iii) Tahap
Kegemilangan
Raja Delitua mencoba untuk
meyakinkan adiknya mengenai pinangan raja Aceh itu.
(3) Situasi
Akhir
Putri Hijau mengatakan kepada
abangnya untuk menolak lamaran Raja Aceh dengan alasan Putri Hijau merasa belum
matang untuk menjadi seorang istri raja, Putri Hijau juga masih berduka karena
teringat akan almarhum ayah dan ibunya.
4.2.3
Skema aktansial dan model fungsional 3
Skema
Aktan 3
Pengirim
|
|
Obyek
|
|
Penerima
|
Raja Delitua mengatakan kepada
utusan Raja Aceh bahwa dia tidak dapat mengabulkan pinangan Raja Aceh
|
|
Pinangan
Raja Aceh ditolak
|
|
Raja
Aceh
|
|
|
|
|
|
Pendukung
|
|
Subyek
|
|
Penghalang
|
- Rombongan Aceh
- Raja Delitua
- Putri Hijau
- Raja Aceh
|
|
Raja
Aceh marah dan akan menyerang Delitua
|
|
Rombongan
Kerajaan Aceh berangkat untuk menyerang Kerajaan Delitua
|
a.
Kalimat
inti aktansial
Raja Delitua (P1)/(P3) mengatakan kepada utusan itu bahwa
dia tidak dapat mengabulkan pinangan tersebut (O). Raja Aceh (P2)/(P3) marah
dan akan menyerang kerajaan Delitua (S). berangkat menyerang kerajaan Delitua
(P4).
b.
Skema
Fungsional:
(1) Situasi Awal
Ketika utusan raja Aceh memohon
untuk menghadap Raja Delitua.
(2) Transformasi:
(i)
Cobaan
Awal
Raja Delitua mengatakan kepada
utusan itu bahwa dia tidak dapat mengabulkan pinangan tersebut.
(ii)
Cobaan
Utama
Utusan Aceh merasa terkejut
mendengar jawaban Raja Delitua. Keesokan harinya rombongan kembali ke Aceh
kemudian Wajir menghadap Raja Aceh. Wajir memanas-manasi rajanya dengan
mengatakan bahwa Raja Delitua memandang Raja Aceh seperti anak-anak yang dapat
dipermainkan.
(iii) Tahap Kegemilangan
raja menjadi marah dan menjadi malu
atas penolakan tersebut.
(3) Situasi Akhir
Lalu, diperintahkannya para Hulubalang
untuk mengumpulkan segala kekuatan dan dalam waktu tiga hari lagi mereka akan
berangkat menyerang Kerajaan Delitua. Perang pun terjadi antara laskar Aceh dan
laskar Delitua.
4.2.4
Skema aktansial dan model fungsional 4
Skema
Aktan 4
Pengirim
|
|
Obyek
|
|
Penerima
|
Kerajaan Aceh menyerang Kerajaan
Delitua
|
|
Kerajaan
Delitua takluk oleh pasukan Kerajaan Aceh
|
|
Raja
Delitua meminta kepada Putri Hijau untuk bersedia menjadi istri Raja Aceh
|
|
|
|
|
|
Pendukung
|
|
Subyek
|
|
Penghalang
|
- Pasukan Raja Aceh
- Raja Delitua
- Putri Hijau
- Raja Aceh
- Putra Bungsu
- Naga
|
|
Putri
Hijau dibawa ke Aceh
|
|
Naga
membawa keranda kaca yang berisi Putri Hijau ke tengah laut
|
a.
Kalimat
inti aktansial
Kerajaan Aceh menyerang Kerajaan
Delitua (P1), Kerajaan Delitua takluk oleh pasukan Kerajaan Aceh (O), Raja
Delitua meminta kepada Putri Hijau untuk bersedia menjadi istri Raja Aceh (P2), Putri Hijau dibawa ke Aceh (S), naga (P3) membawa keranda kaca yang
berisi Putri Hijau ke tengah laut (P4).
b.
Skema
Fungsional:
(1) Situasi Awal
Setelah berhari-hari berlalu tidak
diketahui siapa pemenang dari perang itu. Raja Aceh mengadakan musyawarah
dengan Wajir dan para hulubalangnya. Seorang menteri mengajukan usul agar meriam-meriam
Raja Aceh memuntahkan peluru yang berisikan uang emas. Usulan itu diterima
raja.
(2) Transformasi:
(i)
Cobaan
Awal
Akibatnya, laskar Delitua sibuk
mengutip uang emas yang berserakan di tanah sehingga mereka menjadi lengah. Laskar
Aceh pun menyerang laskar Delitua dengan mudahnya. Raja Delitua merasa sangat
terpukul dia lalu memanggil kedua adiknya, kepada Putri Hijau ia meminta agar
adiknya menyerahkan kota itu dan bersedia menjadi istri Raja Aceh apabila
laskarnya kalah. Namun, dia juga meminta adikknya agar mengajukan syarat kepada
Raja Aceh. Yaitu menyediakan satu
keranda kaca dan rakyat Aceh membawa sengenggam bertih dan sebutir telur
apabila dia sampai di pelabuhan Aceh. Setelah itu Raja Delitua meninggalkan
istana tinggallah kedua adiknya. Putri Hijau menyarankan agar mereka pergi lari
ke hutan sebelum Raja Aceh datang. Namun adiknya Putri Hijau memintanya
bersabar karena dia ingin menuntut balas.
(ii)
Cobaan
Utama
Putra bungsu pun pergi keluar dan bertafakun. Tiba-tiba dia
menjelma menjadi sepucuk meriam, lalu memuntahkan pelurunya berkali-kali
sehingga banyak laskar Aceh yang gugur. Namun meriam itu pecah menjadi dua
bagian karena meriam itu menjadi panas. Setelah tidak mendengar tembakan meriam
raja Aceh menemui Putri Hijau dia membujuk Putri Hijau agar bersedia menjadi
istrinya. Putri Hijau tidak menolak dan juga mengajukan beberapa permintaan
sebagaimana yang telah dikatakan oleh abangnya raja Delitua. Keesokan harinya
Putri Hijau pergi membersihkan diri ke pancuran yang di pinggirnya tumbuh pohon
limau yang digunakan putri untuk berkeramas. Ketika memetik sebuah limau Putri
Hijau bersumpah tidak akan ada seorang gadis pun yang cantik secantik dia, dan
apabila gadis itu cantik pasti akan ada cacatnya. Agar tidak ada seorang gadis
pun yang mengalami kesedihan sepertinya. Setelah membersihkan diri Putri Hijau
segera memasuki keranda kaca dan membaringkan diri di situ. Lalu, keranda itu
dimasukkan ke dalam kereta dan mereka bergerak ke Labuhan Deli.
(iii) Tahap Kegemilangan
Setelah berlayar beberapa hari
sampailah armada Kerajaan Aceh ke Pelabuhan Jambu Aie, ketika diajaknya Putri Hijau untuk turun dari kapal Putri Hijau
meminta Raja Aceh agar rakyatnya yang berduyun-duyun ke tepi pantai sambil
membawa sengenggam bertih dan sebutir telur lalu membuangnya ke laut. Pada saat
raja meninggalkan Putri Hijau lalu Putri Hijau keluar dari keranda kacanya lalu
membakar kemenyan sambil menyebut nama abangnya. Dia telah memutuskan lebih baik
mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
(3) Situasi Akhir
Beberapa
saat kemudian badai datang sehingga banyak kapal yang terlempar ke pantai. Di
tengah cuaca yang buruk itu muncul seekor naga. Putri Hijau kembali ke keranda
kacanya. Raja Aceh dan penduduknya menyelamatkan diri. Sedangkan sang naga
menghancurkan kapal-kapal yang ada di situ. Ketika kapal yang dinaiki Putri
Hijau turut hancur dan tenggelam. Keranda kaca selamat dan mengapung di
permukaan laut. Lalu naga tersebut membawa keranda kaca ke tengah luat dan
menghilang. Membuat Raja Aceh merasa kecewa.
4.2.5
Skema aktansial dan model fungsional 5
Skema
Aktan 5
Pengirim
|
|
Obyek
|
|
Penerima
|
Putri Hijau dibawa ke dasar laut
|
|
Kondisi
tiga bersaudara: Putri Hijau, Mambang Yazid, dan Mambang Khazali
|
|
Istana
di dasar laut dan gunung Sibayak
|
|
|
|
|
|
Pendukung
|
|
Subyek
|
|
Penghalang
|
- Putri Hijau
- Mambang
Yazid
- Mambang
Khazali
|
|
Mambang
Yazid ke Kerajaan Delitua
|
|
Kerajaan
Delitua yang hancur
|
a.
Kalimat
inti aktansial
Putri Hijau (P3) dibawa ke dasar
laut (P1), kondisi tiga bersaudara (O), yang berada di dasar laut dan Gunung
Sibayak (P2), Mambang Yazid (P3) pergi ke Kerajaan Delitua (S), kondisi
Kerajaan Delitua yang hancur (P4).
b.
Skema
Fungsional:
(1) Situasi Awal
Putri Hijau dibawa ke dasar laut, di
sana telah berdiri istana untuk tempat tinggal Putri Hijau. Ketika Putri Hijau
sedang termenung memikirkan apa yang terjadi, tiba-tiba seorang lelaki muncul.
Abangnya mengatakan bahwa istana itu adalah tempat tinggal Putri Hijau dan
apabila Putri Hijau memerlukan bantuan agar dia membakar kemenyan dan memanggil
nama abangnya. Kemudian Mambang Yazid hilang dari pandangan Putri Hijau.
(2) Transformasi:
(i)
Cobaan
Awal
Mambang Yazid kembali ke Delitua.
(ii)
Cobaan
Utama
Di sana dilihatnya bekas kerajaannya
hancur dia merasa sangat berduka.
(iii) Tahap Kegemilangan
Suatu ketika dia melihat sebuah gua
dan dia tertarik untuk melihat isi gua itu. Ternyata di dalam gua itu keadaanya
terang benderang. Di sana terdapat sebuah taman yang indah sekali. Lalu di
suatu tempat di sana dilihatnya ada sebuah meriam yang tidak utuh lagi dan
seketika dia merasa kalau itu adalah adikknya. Dipeluknyalah meriam itu sambil
menyebut nama adiknya Mambang Khazali. Tidak lama kemudian muncullah adiknya Mambang
Khazali dan mereka pun berpelukan.
(3) Situasi Akhir
Mambang Khazali pun menyampaikan
maksudnya untuk berdiam di Gunung Sibayak. Mambang Yazid pun setuju dan
mengirim adikknya ke Gunung Sibayak.
4.2.6
Skema aktansial dan model fungsional 6
Sekema Aktan 6
Pengirim
|
|
Obyek
|
|
Penerima
|
Sebuah kapal yang berangkat dari Pulau
Pinang menuju Aceh Barat
|
|
Jangkar kapal tidak dapat diangkat
|
|
Istana
Putri Hijau di dasar laut
|
|
|
|
|
|
Pendukung
|
|
Subyek
|
|
Penghalang
|
- Ahmad Bakri
- Putri Hijau
|
|
Putri Hijau lalu memberitahukan
kepada Bakri bahwa tempat itu adalah tempat terlarang
|
|
Bakri kemudian membuka kersik yang
diberikan oleh Putri Hijau dan ternyata isinya 1000 butir berlian
|
a.
Kalimat
inti aktansial
Sebuah kapal yang berangkat dari Pulau Pinang menuju Aceh Barat
(P1), dilanda angin rebut, mereka berlabuh, tetapi saat sudah reda jangkar
kapal tidak dapat diangkat (O), jangkarnya tersangkut di istana Putri
Hijau di dasar laut (P2). Putri
Hijau lalu memberitahukan kepada Bakri bahwa tempat itu adalah tempat terlarang
(S), Putri Hijau (P3) memberi Bakri (P3) sebuah bungkusan kersik. Sesampai di
atas kapal Bakri kemudian membuka kersik yang diberikan oleh Putri Hijau dan
ternyata isinya 1000 butir berlian (P4).
b.
Skema
Fungsional:
(1) Situasi Awal
Dikisahkan pula seorang penjalang
kapal yang berangkat dari Pulau Pinang menuju Aceh Barat. Kapal itu diterpa angin kencang sehingga
terpaksa berhenti di tengah laut.
(2) Transformasi:
(i)
Cobaan
Awal
Ketika angin ribut reda kapal
bermaksud untuk melanjutkan perjalanan namun, jangkar kapal tidak dapat
diangkat. Nakhoda meminta anak buahnya turun ke laut untuk melihat jangkar
tersebut. Semua terdiam. Tiba-tiba seorang anak muda yang bernama Akhmad Bakri
menyelam.
(ii)
Cobaan
Utama
Akhmad Bakri menyelam. Sesampai di
dasar laut, Ahmad Bakri melihat adanya sebuah cahaya terang. Dia melihat sebuah
taman dan istana di situ keadaannya kering bagai daratan. Jendela istana
terbuka dan Bakri pun melihat seorang gadis cantik yang tak lain adalah Putri
Hijau.
(iii) Tahap Kegemilangan
Putri Hijau lalu memberitahukan
kepada Bakri bahwa tempat itu adalah tempat terlarang. Bakri pun menceritakan
apa yang terjadi dengan kapalnya. Lalu Putri Hijau pun membantu Bakri dan
memberikannya segenggam kersik sambil mengatakan apabila ada yang bertanya
kepadanya siapa yang membantunya katakan namanya Putri Hijau.
(3) Situasi Akhir
Setelah di kapal Bakri menceritakan
kepada nakhoda kapal tentang semua yang dialaminya di dasar laut. Bakri
kemudian membuka kersik yang diberikan oleh Putri Hijau dan ternyata isinya
1000 butir berlian.
4.3
Sekema aktan utama
Skema Aktan Utama
Pengirim
|
|
Obyek
|
|
Penerima
|
Kerajaan
Delitua dan Kerajaan Aceh
|
|
Kecantikan
Putri Hijau
|
|
Peperangan
antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Delitua
|
|
|
|
|
|
Pendukung
|
|
Subyek
|
|
Penghalang
|
- Raja
Delitua
- Raja Aceh
- Putri Hijau
- Wajir
- Mambang
Yazid
- Mambang
Khayali
- Ahmad Bakri
- Naga
- Meriam
|
|
Penolakan
Putri Hijau atas pinangan Raja Aceh
|
|
Putri
Hijau diselamatkan naga ke dasar laut
|
a.
Kalimat
inti aktansial
Kerajaan
Delitua mempunyai seorang gadis yang cantik dan Kerajaan Aceh mempunyai Raja
yang ingin mempersunting Putri Hijau (P1), hal ini dikarenakan kecantikan Putri
Hijau yang luar biasa sampai memancarkan cahaya hijau ke langit hingga terlihat
oleh Raja Aceh (O), karena penolakan Putri Hijau atas pinangan Raja Aceh (S),
maka terjadilah peperangan antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Delitua (P2),
akhirnya Kerajaan Delitua takluk, dan Putri Hijau bersedia menjadi istri Raja
Aceh, tetapi pada saat rombongan yang membawa Putri Hijau sampai di pantai
Aceh, terjadi badai, Putri Hijau diselamatkan naga ke dasar laut (P4).
b.
Skema
Fungsional:
(1) Situasi Awal
Kerajaan
Delitua memiliki tiga orang anak, yaitu Mambang Yazid, Putri Hijau, dan Mambang
Khazali. Sultan Sulaiman meninggal dunia dan digantikan dengan putra sulungnya,
Mambang Yazid. Raja Aceh merlihat cahaya berwarna hijau di langit. Raja
memerintahkan kepada Wajir untuk mencari sumber cahaya hijau itu. Wajir,
menteri, dan para pengawalnya sampai ke Delitua. Mereka terpana ketika bertemu
dengan Putri Hijau. Kecantikan Putri Hijau itu luar biasa. Mereka kembali ke
Aceh, melaporkan kepada Raja Aceh bahwa cahaya hijau tersebut terdapat pada
seorang gadis cantik jelita. Timbullah keinginan raja untuk memperistri Putri
Hijau dari Kerajaan Delitua itu.
(2) Transformasi:
(i)
Cobaan
Awal
Raja Aceh memerintahkan kepada Wajir
untuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk meminang Putri Hijau. Rombongan itu
berangkat ke Delitua, rombongan itu menghadap raja dan menceritakan maksud
mereka untuk meminang Putri Hijau untuk dijadikan istri Raja Aceh. Putri Hijau
menolak lamaran Raja Aceh. Rombongan kembali ke Aceh, Wajir mengatakan bahwa Raja
Delitua memandang Raja Aceh seperti anak-anak yang dapat dipermainkan.
Mendengar itu, raja menjadi marah dan menjadi malu atas penolakan tersebut.
Lalu, diperintahkannya para Hulubalang untuk mengumpulkan segala kekuatan dan
dalam waktu tiga hari lagi mereka akan berangkat menyerang Kerajaan Delitua.
(ii)
Cobaan
Utama
Setelah berhari-hari berlalu tidak
diketahui siapa pemenang dari perang itu. Pasukan Raja Aceh memuntahkan peluru
yang berisikan uang emas. Akibatnya, laskar Delitua sibuk mengutip uang emas
yang berserakan di tanah sehingga mereka menjadi lengah. Laskar Aceh pun
menyerang laskar Delitua dengan mudahnya. Raja Delitua merasa sangat terpukul,
dia lalu memanggil kedua adiknya, raja meminta agar adiknya menyerahkan kota
itu dan bersedia menjadi istri raja Aceh apabila laskarnya kalah. Raja Delitua
meninggalkan istana tinggallah kedua adiknya. Putra bungsu menjelma menjadi
sepucuk meriam, lalu memuntahkan pelurunya berkali-kali sehingga banyak laskar
Aceh yang gugur. Namun meriam itu pecah menjadi dua bagian. Setelah tidak
mendengar tembakan, Raja Aceh menemui Putri Hijau, dia membujuk Putri Hijau
agar bersedia menjadi istrinya. Putri Hijau tidak menolak, tetapi mengajukan
beberapa permintaan sebagaimana yang telah dikatakan oleh abangnya. Keesokan
harinya Putri Hijau pergi membersihkan diri ke pancuran yang di pinggirnya
tumbuh pohon limau yang digunakan putri untuk berkeramas. Ketika memetik sebuah
limau Putri Hijau bersumpah tidak akan ada seorang gadis pun yang cantik
secantik dia, dan apabila gadis itu cantik pasti akan ada cacatnya. Agar tidak
ada seorang gadis pun yang mengalami kesedihan sepertinya. Setelah berlayar
beberapa hari sampailah armada Kerajaan Aceh ke Pelabuhan Jambu Aie, Putri Hijau meminta Raja Aceh agar
rakyatnya berduyun-duyun ke tepi pantai sambil membawa sengenggam bertih dan
sebutir telur lalu membuangnya ke laut. Pada saat raja meninggalkan Putri Hijau,
dia keluar dari keranda kacanya, lalu membakar kemenyan sambil menyebut nama
abangnya. Dia telah memutuskan lebih baik mati daripada menikah dengan orang
yang tidak dicintainya.
(iii) Tahap Kegemilangan
Beberapa saat kemudian badai datang
sehingga banyak kapal yang terlempar ke pantai. Di tengah cuaca yang buruk itu
muncul seekor naga. Putri Hijau kembali ke keranda kacanya. Raja Aceh dan
penduduknya menyelamatkan diri. Sedangkan sang naga menghancurkan kapal-kapal
yang ada di situ. Kapal yang dinaiki Putri Hijau turut hancur dan tenggelam.
Keranda kaca selamat dan mengapung di permukaan laut. Lalu naga tersebut
membawa keranda kaca ke tengah luat dan menghilang. Membuat raja Aceh merasa
kecewa. Putri Hijau dibawa ke dasar laut, di sana telah berdiri istana untuk
tempat tinggal Putri Hijau. Abangnya mengatakan bahwa istana itu adalah tempat
tinggal Putri Hijau dan apabila Putri Hijau memerlukan bantuan agar dia
membakar kemenyan dan memanggil nama abangnya. Kemudian Mambang Yazid hilang
dari pandangan Putri Hijau. Mambang Yazid kembali ke Delitua. Di sana
dilihatnya bekas kerajaannya hancur dia merasa sangat berduka. Lalu di suatu
tempat di dalam gua ia melihat ada sebuah meriam yang tidak utuh lagi dan
seketika dia merasa kalau itu adalah adiknya. Dipeluknyalah meriam itu sambil
menyebut nama adiknya, Mambnag Khazali. Tidak lama kemudian muncullah adiknya
Mambang Khazali dan mereka pun berpelukan. Mambang Khazali pun menyampaikan
maksudnya untuk berdiam di Gunung Sibayak. Mambang Yazid pun setuju dan mengirim
adikknya ke Gunung Sibayak.
(3) Situasi Akhir
Dikisahkan pula seorang penjalang
kapal yang berangkat dari Pulau Pinang menuju Aceh Barat. Kapal itu diterpa angin kencang sehingga
terpaksa berhenti di tengah laut. Ketika angin ribut telah reda, kapal bermaksud
untuk melanjutkan perjalanan namun, jangkar kapal tidak dapat diangkat. Nakhoda
meminta anak buahnya turun ke laut untuk melihat jangkar tersebut. Semua
terdiam. Tiba-tiba seorang anak muda yang bernama Akhmad Bakri menyelam.
Sesampai di dasar laut, Ahmad Bakri melihat adanya sebuah cahaya terang. Dia
melihat sebuah taman dan istana di situ keadaannya kering bagai daratan.
Jendela istana terbuka dan Bakri pun melihat seorang gadis cantik yang tak lain
adalah Putri Hijau. Putri Hijau lalu memberitahukan kepada Bakri bahwa tempat
itu adalah tempat terlarang. Bakri pun menceritakan apa yang terjadi dengan
kapalnya. Lalu Putri Hijau pun membantu Bakri dan memberikannya segenggam
kersik sambil mengatakan apabila ada yang bertanya kepadanya siapa yang
membantunya katakan namanya Putri Hijau. Setelah di kapal Bakri menceritakan
kepada nakhoda kapal tentang semua yang dialaminya di dasar laut. Bakri
kemudian membuka kersik yang diberikan oleh Putri Hijau dan ternyata isinya
1000 butir berlian.
4.4
Tokoh Putri Hijau dalam Pandangan Sejarah
Abad ke-15 dan 16 adalah periode
paling berdarah di zona dataran rendah Aceh, Sumatera Timur, dan Semenanjung
Malaysia. Empat kerajaan saling bantai, berkonspirasi, dan saling menaklukkan
untuk memperebutkan kekuasaan pada zona perdagangan internasional yang kini
dikenal dengan Selat Malaka. Di tengah kecamuk perebutan kue ekonomi itu, pada
tepian sungai Deli–tepatnya sekitar 9 km dari Labuhan Deli–lahirlah sebuah
legenda klasik bernama Putri Hijau.
Dalam bukunya, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Tengku Luckman Sinar[10] menempatkan Legenda
Puteri Hijau sebagai salah satu setting sejarah perlawanan Kerajaan Haru
yang berpusat di Delitua terhadap serangan Kerajaan Aceh, sekaligus juga
menjadi latar proses terbentuknya etnis Melayu di Sumatera Timur.
Nama Kerajaan Haru sudah dikenal
sejak akhir abad ke-13. Bukti tertulis pertama yang mengabadikan kerajaan ini
adalah catatan Tiongkok pada tahun 1282 M, tepatnya pada zaman pemerintahan
Kubilai Khan. Catatan itu mengisahkan, Kerajaan Haru mengirimkan utusannya
untuk misi dagang ke Tiongkok.
Keberadaan Haru makin terancam.
Negeri Aceh yang dulu berulangkali diserangnya ternyata mampu menyatukan diri
di bawah Sultan Aceh bernama Al Qahhar. Selama abad 16, giliran Sultan Aceh
yang berkali-kali menyerang Haru, sampai akhirnya Haru takluk dan diperintah
oleh perwakilan dan kepercayaan Sultan Aceh bernama Gocah Pahlawan yang
dipercaya sebagai keturunan Raja India yang merantau ke Nusantara. Gocah
Pahlawan adalah penakluk Haru dan pendiri cikal-bakal Kerajaan Deli.
Seorang utusan Portugis, Ferdinand
Mendes Pinto,
menceritakan selintas tentang masa penyerangan Sultan Aceh Al Qahhar ke Haru
tahun 1539 M. Pinto menuliskan, setelah ia berlayar 5 hari dari Malaka, ia
sampai pada sungai Panetican (Deli), di mana ibukota Haru berdiri. Raja Haru
saat itu sedang sibuk mempersiapkan kubu-kubu dan benteng-benteng di kiri-kanan
sungai. Letak istana kira-kira satu kilometer ke dalam. Lokasi yang dimaksud
adalah Delitua. Haru hanya mempunyai sebuah meriam besar yang dibelinya dari
seorang pelarian Portugis di Pasai. Setelah dikepung 17 hari, orang Aceh
berhasil menghancurkan dinding-dinding kubu pertahanan Haru. Tapi karena banyak
korban di pihaknya, maka Aceh memakai siasat menyogok panglima-panglima Haru
dengan uang emas agar mereka mau meninggalkan penjagaan di benteng utama. Dalam
sebuah pertempuran sengit, Sultan Haru tewas dan Haru takluk. Permaisuri Haru,
Anggi Sini, membentuk pasukan gerilya, tapi tidak berhasil merebut benteng itu
kembali. Akhirnya ia bersama pengikutnya naik perahu yang berkepala naga dari
sebuah sungai dan berlayar menuju Malaka. Di sana ia disambut baik Gubernur
Portugis, tapi tidak bersedia memberi bala bantuan untuk merebut Kerajaan Haru.
Diam-diam permaisuri bertolak ke Bintan dan menjumpai Raja Melayu Riau-Johor,
Sultan Alauddin Riayatsyah II, putera almarhum Raja Malaka Sultan Mahmudsyah. Permaisuri
Haru disambut baik dan Johor bersedia membantunya merebut benteng Haru dengan
satu syarat, Permaisuri Haru bersedia menikah dengannya. Akhirnya Haru dapat
direbut kembali dari Aceh.
Catatan Pinto ini banyak
persamaannya dengan Legenda Puteri Hijau,
baik dari segi tahunnya maupun simbol-simbol legendanya. Penaklukan benteng
Haru pada tahun 1539 M sama dengan penaklukan Puteri Hijau di Delitua yang
tertuang dalam Legenda Puteri Hijau.
Kemungkinan besar Anggi atau Encik Sini adalah Puteri Hijau itu sendiri. Meriam
besar satu-satunya yang dimiliki Kerajaan Haru barangkali merujuk “saudara”
Puteri Hijau yang karena digunakan berkali-kali akhirnya pecah menjadi dua
bagian. Sedang “saudara” naga yang dinaiki Puteri Hijau menuju Selat Malaka
punya kesamaan dengan perahu berkepala naga yang dipakai Anggi atau Encik Sini.
Setelah itu, Haru masih
berulang-ulang diserang Aceh hingga kemudian takluk oleh Sultan Aceh pada abad
16. Kekuasaan Aceh di Haru menandai dimulainya babak baru Kerajaan Ghuri yang
kemudian berubah nama menjadi Kerajaan Deli yang kita kenal sekarang.
Adanya unsur-unsur
pseudo-historis, yakni anggapan kejadian dan kekuatan yang digambarkan luar
biasa dalam kisah Putri Hijau
cenderung merupakan tambahan dari kisah yang sebenarnya dengan tujuan
euhemerisme yakni menimbulkan kekaguman para pendengarnya. Dengan begitu, sifat
imajinatif-diluar kelogisan nalar manusia-yang terdapat pada kisah tersebut
tidak perlu ditafsirkan secara mendalam karena sifat itu dibuat untuk tujuan
euhemerisme.
Kisah Putri Hijau yang berkembang
luas dalam masyarakat Melayu Deli serta Karo, lebih dikenal sebagai sebuah
fiksi daripada sebuah fakta sejarah. Namun, berdasarkan studi
literatur, studi dokumen dan bukti-bukti sejarah terbaru tiba pada simpulan
bahwa kisah Putri Hijau merupakan
fakta sejarah atau peristiwa yang benar-benar terjadi. Hanya saja, dominasi
unsur imajinatif dalam kisah tersebut menyebabkannya semata-mata bukan fakta
sejarah.
V.
Simpulan
Dari hasil analisis struktural dan model fungsional terhadap
cerita Legenda Putri Hijau. Dalam Legenda Putri Hijau, struktur aktannya
sudah kompleks dan analisis model fungsional telah terpenuhi ketiga tahapannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa alur cerita Legenda
Putri Hijau bisa dikatakan memenuhi struktural dan fungsional dari teori
Greimas. Semua struktur aktan terpenuhi dan semua tahap dalam model fungsional
terpenuhi.
Hasil
analisis berdasarkan penelitian ditemukan 7 skema aktan yang terdapat dalam
cerita Legenda Putri Hijau.
Aktan-aktan tersebut diisi oleh 11 pengirim (sender), 11 penerima (receiver), 10
subyek (subject), 8 obyek (object), 13 pendukung (helper), dan 12 penghalang (opposant).
Aktan terdiri atas tiga kategori yaitu manusia, hewan (naga), dan benda mati
(meriam). Struktur utama cerita terbentuk atas hasil korelasi antara skema
aktan dan struktur fungsional, dalam penelitian ini skema aktan 1 menjadi pusat
peristiwa yang menyebabkan munculnya kerangka utama cerita.
Dalam
konteks sejarah, tokoh Putri Hijau memang dapat ditelusuri, walaupun namanya
tidaklah sama. Akan tetapi, berdasarkan fakta tahun, lokasi, dan kecantikan
persis sama. Berdasarkan fakta sejarah Putri Hijau itu memang benar adanya,
bukanlah tokoh fiktif, walaupun dalam hal ini tokoh fiktifnya yang lebih
menonjol.
Daftar Pustaka
[3]
Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia:
Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
[4]
Aminuddin. 1984. Pengantar
Apresiasi Sastra. Jakarta: CV. Sinar Baru.
[5]
Luxemburg, Van. 1984. Pengantar Ilmu Sastra.
Jakarta: Gramedia.
[6]
http://theonlywan.blogspot.com, diunduh, 28 November 2013
[7]
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[8]
Zaimar, Okke K.S. 2008. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa.
[9]
Sugiyono. 2008. Metode
Penelitian Kuantitatif-Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
[10]
Sinar,
Tengku Luckman. 1991. Sejarah Medan Tempo
Doeloe. Medan: Pemda Medan.
Daftar Bacaan
Irwansyah.
1989. “Syair Puteri Hijau: Telaah Sejarah Teks dan Resepsi” (Tesis S2, UGM). Yogyakarta: UGM.
Kasim,
Razali, dkk. 2003. Kajian perbandingan
Kisah Puteri Hijau, Melayu Deli. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional.
Syaifuddin,
Wan. 1994. “Syair Lisan Melayu Deli, Tumpuan Khusus Terhadap Syair Puteri
Hijau” (Tesis S2, Universiti Sains
Malaysia). Pulau Pinang: Universiti Sains Malaysia.
Teks
Syair Putri Hijau ini pernah diteliti oleh Irwansyah untuk Tesis beliau di UGM
pada tahun 1989 dengan judul “Syair Puteri Hijau: Telaah Sejarah Teks dan
Resepsi”. Dan Wan Syaifuddin, sebagai Tesis di Universiti Sains Malaysia pada
tahun 1994 dengan judul “Syair Lisan Melayu Deli, Tumpuan Khusus Terhadap Syair
Puteri Hijau”.