Sabtu, 30 April 2016

Menderita Sakit (Bisa) Disebabkan dari Berpikir Negatif

Menderita Sakit (Bisa) Disebabkan dari Berpikir Negatif Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Oleh: Dwiatmo Kartiko

Pada suatu hari di bulan November 2007, saya mendapat SMS dari teman saya yang isinya bahwa Pak W (singkatan nama) saat ini masuk rumah sakit untuk menjalani operasi lambung. Saya heran, pikir saya, lha wong Pak W itu jualan bermacam-macam produk makanan/minuman kesehatan, dari beberapa perusahaan MLM besar, yang katanya amat sangat manjur sekali, kok malah dirinya sendiri masuk rumah sakit, berita ini pasti nggak benar, nggak masuk akal. Kemudian saya coba cek ke keluarganya dan hasilnya: “Ya Benar, pak W masuk rumah sakit, operasi lambung.”

Saya masih tetap heran, setiap kali bertemu pak W, dia selalu cerita bahwa jualannya laris karena dagangannya mempunyai khasiat yang amat sangat manjur luar biasa. Dia pernah cerita bahwa pak A dulunya sakit kanker, tetapi bisa sembuh karena minum ini, sambil menunjukan 1 box minuman kesehatan merk I. Pada kesempatan yang lain, dia cerita pak B sembuh dari stroke karena minum X. Waktu yang lain lagi, ibu C sudah bisa jalan, karena asam uratnya sembuh berkat makanan Z, dst. Barang-barang yang dijualnya itu katanya sudah terbukti bisa menyembuhkan segala macam penyakit, tetapi, pikir saya, dirinya sendiri malahan masuk RS., kok lucu?

S
... baca selengkapnya di Menderita Sakit (Bisa) Disebabkan dari Berpikir Negatif Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Jumat, 29 April 2016

Orang yang Tepat

Orang yang Tepat Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Pemimpin baru membawa atau membentuk tim kerja yang baru. Galibnya begitu. Sebab salah satu tugas awal seorang pemimpin adalah melakukan perekrutan untuk memastikan bahwa posisi-posisi penting ditempati oleh orang yang tepat. Mengisi posisi-posisi penting secara serampangan bisa berakibat fatal. Risiko untuk berhasil perlu diperbesar dengan memastikan posisi-posisi penting diisi oleh orang yang tepat.

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono memilih berpasangan dengan Jusuf Kalla dalam pemilihan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Republik Indonesia secara langsung tahun 2004 silam, tidak banyak yang optimis bahwa mereka akan menang. Namun, makin dekat dengan waktu pemilihan umum, popularitas mereka makin mantap, dan akhirnya mereka benar-benar memenangkan pemilihan umum yang bersejarah itu.

Lalu, ketika pemilihan langsung Capres dan Cawapres Republik Indonesia periode 2009-2014 akan berlangsung, banyak pihak menjagokan duet incumbent SBY-JK yang dinilai cukup ideal untuk dipertahankan. Ternyata, dengan modal suara Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilihan umum legislatif, SBY punya p
... baca selengkapnya di Orang yang Tepat Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Kamis, 28 April 2016

CCCCC (Cinta Cenat Cenut Cemungudth Celamanya)

CCCCC (Cinta Cenat Cenut Cemungudth Celamanya) Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Pada suatu tanggal, tepatnya tanggal 40 Februari 2011 cot 45, terdapat sebuah hutan yang sangat lebat, bahkan lebih lebat dari hujan lebat. Tidak ada seorang pun yang berani masuk di hutan itu. Bahkan orang-orang tak berani menceritakan tentang hutan itu. Bahkan (lagi), saya juga gak berani menceritakan hutan itu. Maka dari itu, kita beralih 1 meter ke utara dari hutan tersebut. Di sana, terdapat sebuah kota yang sedang mengalami kemajuan ke belakang. Kota itu diberi nama Kota Untuk Slamanya. Cie…

Di Kota itu, terdapat salah satu sekolah yang sudah berdiri dari dahulu. Nama sekolah itu adalah SMA Satu Harapan biasanya disingkat SMASH. Sekolah itu berdiri sejak 5000 tahun sebelum tahun 7010. Slogan di sekolah tersebut adalah “Cintaku Cenat Cenut, Prestasiku Takkan Surut”. Sekolah itu sudah menjadi icon tersendiri bagi Kota Untuk Slamanya, bahkan icon itu melebihi 7 icons. Hah? Sekolah itu didirikan oleh seorang Antariksawan yang pernah pergi ke planet Bumi dan akhir-akhir ini ia dikabarkan akan mengunjungi Planet Hatimu. Cie…
... baca selengkapnya di CCCCC (Cinta Cenat Cenut Cemungudth Celamanya) Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Rabu, 27 April 2016

What?s Your Passion?

What?s Your Passion? Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Menurut Anda, Bill Gates yang terkenal itu memiliki sebuah impian yang ditulisnya untuk menjadi orang terkaya di dunia? Menurut Anda, apakah Bill Gates memiliki impian bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi raja piranti lunak yang berada di bawah naungan Microsoft?

Ijinkan saya menceritakan kepada Anda, bagaimana Bill Gates memulai suatu momen bersejarah, dimana pada momen itulah kerajaan Microsoft mulai menanjak naik secara drastis. Bill Gates dikala itu adalah seorang pemuda yang bersahabat dengan Paul Allen. Mereka berdua senang sekali menggeluti dunia komputer dan piranti lunak. Satu hal yang mereka sadari bahwa komputer di masa itu belum memiliki bahasa program. Dan pasti Anda sudah tahu, ketika sebuah komputer belum memiliki bahasa program, maka komputer itu hanya merupakan seonggok timah yang bisa menyala saja, tidak dapat dioperasikan.

Hingga suatu ketika, ia bersama dengan Paul Allen datang ke kantor IBM, dan menawarkan bahasa program bagi komputer-komputer rakitan IBM. Menariknya, Bill Gates yang berbicara kala itu memberikan sebuah pernyataan menarik, “Kami punya jawaban atas masalah Anda. Kami mempunyai bahasa program bagi komputer Anda, dan kami patenkan yang diberi nama dengan DOS”. Di sinilah momentum bersejarah itu terjadi. Mereka bahkan tidak tahu bahwa pertemuan dan kalimat tersebut akan menjadi sebuah momentum bersejarah akan kejayaan Microsof
... baca selengkapnya di What?s Your Passion? Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Sabtu, 23 April 2016

Sehari Sebagai Patriot

Sehari Sebagai Patriot Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Aku aku berada dalam ruangan luas dengan dinding serba putih. Keanggunannya sebagai sebuah bangunan kokoh masih tampak walaupun catnya kusam dan sudah mengelupas. Langit-langitnya yang tinggi seputih kertas yang sedang aku dekap. Detikan jam dinding merayap meniti waktu. Jemariku mengeras karena sudah terlalu lama mengetuk-ngetuk meja. Hatiku bertanya mengapa aku harus terdampar dalam ruangan kelas ini. Lima huruf alphabet yang terdepan bergaung dari getaran pita suara teman-temanku. Aku tarikan ujung pensilku melingkari salah satu huruf itu dengan terpaksa sementara kepalaku masih menempel di punggung meja. Biar saja aku menderita penyakit miopi. Aku tak peduli. Telingaku terlalu jenuh untuk mendengarkannya. Pelajaran Bahasa Indonesia yang membosankan hingga mulutku terus mengepul layaknya kereta lokomotif.
“Kalau menguap ditutup mulutnya,” ucap Vita terganggu.
“Biar saja,” ucapku keras kepala.

Sementara Guru bahasa Indonesia yang aku juluki Pak Santa Klaus terus mendongeng dengan suara mendayu-ndayu, aku asyik memperhatikan gelagat semua temanku di kelas. Vita yang asyik mendengar MP4 yang kemarin baru dipamerkannya, Ridho yang asyik dengan komik Naruto edisi terb
... baca selengkapnya di Sehari Sebagai Patriot Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Kamis, 21 April 2016

Rahasia Pensiun Muda, Kaya Raya, Dan Bahagia

Rahasia Pensiun Muda, Kaya Raya, Dan Bahagia Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Pensiun muda, kaya raya, dan bahagia adalah idaman setiap orang. Siapa yang mau kerja sampai tua tapi tetap miskin dan menderita? Ada orang yang setelah menetapkan goal mereka dapat mencapai goal itu dengan cukup mudah. Ada yang perlu kerja sedikit lebih keras… dan akhirnya berhasil. Namun ada juga yang telah bekerja sangat keras tetap belum bisa berhasil.

Sebenarnya apakah sulit untuk bisa pensiun muda, kaya raya, dan bahagia? Ah, nggak. Justru sangat mudah.

Jika memang sangat mudah mengapa banyak orang tidak bisa mencapainya? Nah, inilah alasannya saya menulis artikel ini.

Jawaban singkatnya sederhana sekali. Ini semua bergantung pada definisi sukses yang mereka tetapkan untuk diri mereka.

Lho, maksudnya?

Begini ya. Banyak orang tidak menetapkan secara sadar arti sukses bagi diri mereka. Umumnya orang, termasuk saya juga dulunya, mengadopsi sukses berdasarkan definisi atau kriteria orang lain. Itulah sebabnya bila kita bertanya kepada orang, “Apa yang ingin anda capai dalam hidup?”, mereka akan menjawab, “Sukses”. Kalau kita kejar lagi, “Sukses seperti apa?”, maka umumnya mereka akan menjawab, “Mencapai kebebasan waktu
... baca selengkapnya di Rahasia Pensiun Muda, Kaya Raya, Dan Bahagia Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Rabu, 20 April 2016

Suara Sang Kertas

Suara Sang Kertas Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Aku putih, tapi aku juga bisa coklat, bisa juga kuning, hijau dan pink. Tapi mereka menyukai aku bebewarna putih. katanya, putih itu terlihat bersih dan terlihat mahal. padahal, semua warna itu indah. Semua warna mempunyai kecantikan masing-masing.

Kemarin, aku mendapat sebuah cerita yang lucu sekali. cerita itu benar-benar bagus menurutku. tentang perjalanan kisah cinta antara dua remaja, tapi kali ini diuraikan lewat kata-kata atau kalimat-kalimat yang sangat ringan dan penuh humor, sehingga menjadikan cerita itu termasuk dalam kategori romantika comedy.
Di dalam cerita itu dikatakan bahwa ada sepasang kekasih akhirnya harus berpisah untuk waktu yang cukup lama karena sang lelaki mendapat kenyataan kalau dirinya mengidap penyakit CANCER. dia harus dibawa ke luar negri untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik lagi disana.

Aku sempat berfikir, karena dia harus di bawa keluar negri? Apakah disana tidak ada anak bangsa yang berhasil lulusan fakultas kedokteran Dan menyandang gelar dokter? Aku sering mendengar banyak sekali orang-orang pergi keluar negeri hanya untuk general check up berobat disana, Sepertinya mereka lebih percaya kepada tenaga medis si luar negeri daripada tenaga medis di Indonesia. kenapa begitu ya?

Ta
... baca selengkapnya di Suara Sang Kertas Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Selasa, 19 April 2016

Semua Kerena-Nya

Semua Kerena-Nya Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Tahun ini adalah tahun yang menyedihkan bagi icha, karena dia harus kehilangan kedua orang tuanya saat kecelakaan maut, saat itu icha sedang mengikuti acara pepisahan di sekolahnya, akhirnya diapun sekarang hidup sendirian, setelah kepergian kedua orang tuanya icha menjadi lebih pendiam dan suka melamun, kadang-kadang aku melihatnya menangis. Aku sebagai teman tak dapat berbuat apa-apa, hidup seseorang sudah di atur walau icha tak pernah terima kedua orang tua nya meninggal secepat itu tapi itulah rencana tuhan, aku yakin di balik semua ini ada kebahagiaan untuk icha.

Aku mengenal icha sejak smp, dan tahun ini pun kami juga satu kampus, awalnya sih icha nggak mau kuliah, tetapi kedua orang tuaku menasehat iicha. Dan ichapun mau kuliah, aku udah nganggep icha sebagai saudaraku sendiri.
“cha, pulang sekolah ke toko buku yuk? “ ucapku pada icha
“gue males” katanya, sifat icha berubah, dia dulu penuh dengan keceriaan, sekarang sepertinya udah lenyap.
“emmm… ya udah “ ucapku, aku tak mau memaksa icha.

Reza menghampiri kami berdua, dia adalah teman kami, dia juga menaruh hati sama icha, tapi ketika reza mengungkapkan perasaannya p
... baca selengkapnya di Semua Kerena-Nya Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Kepemimpinan Horizontal

Kepemimpinan Horizontal Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Oleh: Dwiatmo Kartiko

Pada pertengahan Mei 2009, baru-baru ini, saya mendapat e-mail dari Romo AK (singkatan nama), seorang Pastor yang bertugas di NTT, yang isinya mohon dikirimi draft pelatihan kepemimpinan. Beliau sedang menyiapkan pelatihan kepemimpinan untuk masyarakat di daerahnya. Setelah saya kirimkan jadwal pelatihan beserta pokok-pokok materi dan metode pelatihannya, beliau menyempatkan diri menelpon saya. Berikut ini pembicaraan kami dalam telepon.

Romo AK (AK): “Selamat siang pak Dwi, ini Pastor AK. Terima kasih atas kiriman e-mailnya tentang pelatihan kepemimpinan.”.

Saya (SY): “Selamat siang Romo. Terima kasih sama-sama. Sebenarnya saya tidak tahu, model kepemimpinan seperti apa yang akan dilatihkan oleh Romo. Yang saya kirimkan itu hanya draft, silakan dimodifikasi sendiri yang disesuaikan dengan kondisi audiennya.”

AK: “Ya benar, seperti yang dikirimkan itu, Kepemimpinan Horizontal.”

SY: “Saya ulangi lagi, yang saya kirimkan itu hanya draft, bisa dimodifikasi. Point yang paling penting dalam kepemimpinan horizontal at least ada dua hal, yaitu mentransformasi diri menjadi pribadi yang tangguh dan menjadi agen empowerment kepada or
... baca selengkapnya di Kepemimpinan Horizontal Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Senin, 18 April 2016

Cinta, Cita dan Kita

Cinta, Cita dan Kita Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Cinta cinta dan cinta adalah suatu kata yang nggak ada matinya untuk dibahas. Kata yang mempunyai makna yang luas dan arti yang berbeda dalam masing-masing individu. Love is never die adalah benar, karena dari masa ke masa “Cinta” tetap menjadi “Trending topic”.

Saat pertama aku lahir ke dunia, cinta telah menyertaiku. Sebelum aku diberi nama Ajeng Citra Reynaldi, tuhan telah memperkenalkanku dengan cinta yaitu cinta dari mama dan papa. Kemudian mama dan papa mengajarkanku untuk cinta pada tuhan, kakek, nenek, kakak, tetanggaku, hingga hewan kesayangan mama dan mbak Vio yaitu Leon si kucing yang hobi buang hajat sembarangan tanpa rasa bersalah. Menjijikkan…!!

Namun untuk belajar mencintai lawan jenis, orangtuaku tidak mengajarkanku. Secara naluri, aku belajar mencintai dan tertarik pada pria pada awal masa pubertas. Pertama kali aku merasakan cinta pada temen sekelasku di kelas 1 SMP 45 Merah Putih, Malang.

“Kenalkan namaku Daufik Firdaus panggilannya Dafid, nama kamu siapa?” tanyanya padaku sambil mengulurkan tangan. Dia berdiri di depan bangkuku, setelah berkenalan dengan teman sebangkuku.

Aku tidak langsung menjawab untuk memperkenalkan diri. Karena aku sedang sibuk mencoba memperbaiki pulpenku yang ada 4 pilihan warna dalam satu tempat. Entah mengapa, pulpen itu rusak saat aku mencoba memilih dua warna sekaligus.
“Ada apa? pulp
... baca selengkapnya di Cinta, Cita dan Kita Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Nay, Sang Teratai

Nay, Sang Teratai Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Seseorang mengguncang tubuhku. “Yash! Bangun!”
Aku menggeliat, menepis tangan yang mengguncangku itu sambil masih terpejam. Mataku masih berat untuk dibuka, kantuk masih menguasaiku.
“Yash! Aku mau bicara penting, nih.. Bangun!” tangan itu mengguncang tubuhku lagi. Suara Nay sepertinya. Dengan malas terpaksa kubuka mataku.
“Kenapa Nay?” sahutku serak akibat bangun tidur. Nay adalah sahabatku, sekaligus teman satu kos dan satu fakultas.
“Aku mau berhenti kuliah.”
APA? Sisa-sisa kantukku segera hilang. Aku langsung bangun terduduk di atas kasur. Menatap Nay lekat-lekat. Aku memang sering menjadi tempat Nay berkeluh kesah tentang dana kuliah dan biaya hidup. Aku tahu bagaimana sulitnya dia bertahan untuk tetap melanjutkan pendidikan strata satunya, tapi aku tidak pernah menyangka dia akan menyerah sekarang. Saat kami baru selesai dari program Kuliah Kerja Nyata dan tinggal menulis skripsi untuk menuntaskan pendidikan bachelor kami. Kecuali memang ada hal yang sangat genting yang memaksanya untuk itu, kecuali keadaannya sudah tidak tertolong lagi.
“Kamu serius?!” tanyaku setengah melotot. Nay mengangguk. “Aku sudah nggak punya biaya lagi,
... baca selengkapnya di Nay, Sang Teratai Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Jumat, 15 April 2016

Wiro Sableng #107 : Hantu Tangan Empat

Wiro Sableng #107 : Hantu Tangan Empat Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Karya: Bastian Tito

Episode : PETUALANGAN WIRO DI LATANAHSILAM

DI BALIK curahan air terjun Air Lajatuh tampak dua sosok mendekam tak bergerak. Mereka telah berada di tempat itu sebelum sang surya muncul menerangi bumi Latanahsilam. Dari sikap keduanya dapat diduga kalau mereka tengah menunggu sesuatu. Di langit awan pagi berarak biru. Dari arah timur serombongan burung melayang ke jurusan barat. Sosok di sebelah kanan mengusap wajahnya. Orang ini bertubuh besar kekar. Di pertengahan keningnya menempel sebuah benda menyerupai kaca sebesar kuku ibu jari kaki.

"Lagandrung, sejak dini hari kita berada di sini. Saat ini matahari sudah mulai tinggi. Orang yang kita tunggu belum juga muncul. Apa kau yakin dia akan datang ke sini?"

"Wahai adikku Lagandring! Jangan kau ragukan apa yang kuketahui dan kukerjakan. Sejak puluhan tahun, setiap pertengahan bulan ganjil Hantu Tangan Empat selalu datang ke tempat ini untuk membersihkan diri, berlangir bersiram air bunga. Sabarkan hatimu
... baca selengkapnya di Wiro Sableng #107 : Hantu Tangan Empat Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Senin, 11 April 2016

Desainer Muda

Desainer Muda Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

“Linda, kamu di panggil Bu Virny, tuh!” ujar Milly kepada Linda yang masih sibuk dengan baju pesanan pelanggan. Linda adalah seorang remaja yang sudah bekerja di salah satu butik terkenal di Bandung.
“Bu Virny? ada apa ya, tumben…” gumam Linda. karena rasa penasaran menggelayuti pikirannya, Linda pun bergegas menuju ruang Bu Virny, sang pemilik butik.
tok… tok… tok… Linda mengetuk pintu sebanyak 3 kali.
“Masuk…” jawab sesorang dari dalam. Linda membatin, pasti Bu Virny. Linda pun membuka pintu dan mendapati Bu Virny sedang duduk santai di kursinya.
“Linda… Ibu ingin bicara sesuatu denganmu” ujar Bu Virny ketika Linda duduk di kursi yang berada dihadapannya.
“Sesuatu apa ya Bu?” tanya Linda.
“Ibu mengusulkan agar kamu menjadi perwakilan butik kita di ajang Desainer Muda besok, jadi… Ibu harap, kamu setuju, bagaimana?” jelas Bu Virny. Linda yang tidak menyangka dengan perkataan Bu Virny hanya terdiam sejenak dan mulai bicara dengan nada pelan.

“Hmmm… Bu, tapi kan… Desainer Muda itu acara yang sangat bergengsi dan pasti akan mengangkat nama butik kita jika perwakilan dari butik ini menang. apakah Ibu tidak mau mengutus desainer yang lebih berpengalaman lagi?” tanya Linda aga
... baca selengkapnya di Desainer Muda Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Minggu, 10 April 2016

UNSUR FLORA DALAM SAMPIRAN PANTUN SUATU KAJIAN EKOLINGUISTIK



UNSUR FLORA DALAM SAMPIRAN PANTUN
SUATU KAJIAN EKOLINGUISTIK
(ELEMENTS OF FLORA IN THE POEM AFFILIATION A STUDY ECOLINGUISTICS)
Oleh: Sahril
Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara
Jalan Kolam (Ujung) Nomor 7, Medan Estate, Medan
Ponsel +6281260658400, oksahrilmelayu@ymail.com  

Naskah masuk:..., disetujui:..., revisi akhir:...
Abstract
Pantun is one of the cultural work that lingers to this day. Medium poem is language. In language poem consists of affiliation and contents. In the long poem using vocabulary dominant flora in affiliation. Vocabulary flora used, generally scarce. To see the flora elements, this research uses eco linguistic theory. This study was conducted on 40 text rhyme. Furthermore, after the data obtained flora vocabulary, then tested on 20 respondents. The method used is qualitative method. Based on the methods and theories used, the purpose of this study is to see where the vocabulary of the flora in the rhyme. What is known by the public or not? Based on the results of the study, found 45 species of flora of 40 texts analyzed rhyme. Of the 45 species of flora, there are 10 (22.22%) species of flora are no longer known by the public.
Key words: ecolinguistic-vocabulary flora-poem affiliation
Abstrak
Pantun merupakan salah satu karya budaya yang tetap hidup sampai saat ini. Medium pantun adalah bahasa. Secara bahasa pantun terdiri atas sampiran dan isi. Pada pantun lama dominan menggunakan kosakata flora dalam sampiran. Kosakata flora yang digunakan, umumnya yang sudah langka. Untuk melihat unsur flora tersebut, maka penelitian ini menggunakan teori ekolinguistik. Penelitian ini dilakukan terhadap 40 teks pantun. Selanjutnya setelah data kosakata flora didapat, lalu diujikan pada 20 orang responden. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Berdasarkan metode dan teori yang dipakai, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat keberadaan kosakata flora dalam pantun tersebut. Apakah masih diketahui oleh masyarakat atau tidak? Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 45 jenis flora dari 40 teks pantun yang dianalisis. Dari 45 jenis flora itu, terdapat  10 (22,22%) jenis flora yang tidak diketahui lagi oleh masyarakat.
Kata kunci: ekolinguistik-kosakata flora-sampiran pantun
1.        Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
Pantun merupakan jenis puisi Melayu yang tertua dan popular. Pantun dikatakan popular karena mempunyai bentuk struktural yang ringkas dan bersahaja. Keunikannya telah menarik para peneliti asing, membuat kajian tentang pantun. Di antaranya, R.J. Wilkinson dan R.O. Winstedt (1961), Pijnappel (1883)[1], H.C. Klinkert (1868)[2], dan banyak lagi.
Winstedt (1961) berpendapat bahwa pantun dicipta pada abad ke-15, tetapi masih tidak dapat dibuktikan dengan jelas. Namun diakui bahwa pantun adalah milik dan ciptaan asli masyarakat Melayu tradisional. Tahun terciptanya pantun tidak dapat dipastikan.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tidak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Pada bagian sampiran, biasanya merupakan kiasan atau metafora dan kiasan yang diambil berasal dari alam. Sedangkan pada bagian isi, adalah makna yang ingin dicapai dari pantun itu sendiri. Boleh jadi, ada kaitan sampiran dan isi. Namun tidak jarang tak ada kaitan, selain maknanya belaka.
Mempelajari pantun agaknya juga menuntun kita untuk memahami dan merasakan konsistensi metafora dalam puisi. Ada satu acuan metafora, yang diutarakan dengan lambang-lambang yang konsisten. Alur berpikir penutur pantun tidak meloncat-loncat dalam lambangnya, sehingga pendengar pantun mudah memahami maksud dari tuturan tersebut.
Hooykaas (1965) adalah salah seorang dari sarjana yang meyakini ada kaitan tersembunyi antara sampiran dan isi. Namun tidak sedikit yang berpendapat bahwa antara sampiran dan isi hanya dihubungkan oleh kesejajaran bunyi.
Penelitian ini, tidaklah membahas pada polemik antara fungsi sampiran dan isi dalam pantun. Akan tetapi, mengkaji teks sampiran yang berkaitan dengan unsur tumbuhan atau flora. Diketahui bahwa umumnya pada teks pantun Melayu tradisional, sampiran tersebut diambil dari kosakata-kosakata yang berkaitan dengan ekologi. Unsur ekologi yang selalu muncul, antara lain nama tumbuh-tumbuhan, nama hewan, nama geografis, dan yang bersifat alam lainnya.
1.2    Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah mengkaji: (1) Bagaimanakah bentuk citra makna dan citra bunyi mencitrakan sejumlah kosakata flora dalam sampiran pantun? (2) Bagaimanakah inter-relasi sampiran pantun yang berunsur kosakata flora merefleksikan isi pantun? (3) Apakah masyarakat masih mengenal kosakata flora yang ada dalam sampiran pantun tersebut?
1.3    Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bentuk citra makna dan citra bunyi yang mencitrakan kosakata flora dalam sampiran pantun. Selanjutnya mengkaji hubungan sampiran pantun yang berunsur kosakata flora dalam merefleksikan isi pantun. Terakhir adalah mengkaji tingkat kebertahanan kosakata flora dalam sampiran pantun pada masyarakat pendukungnya.
1.4    Metode  
Berangkat dari masalah dan tujuan penelitian ini, maka penulis mengkaji 40 teks pantun yang memiliki unsur kosakata flora di dalam sampirannya. Teks pantun dipilih secara acak. Diutamakan teks pantun yang banyak diucapkan oleh masyarakat Melayu, khususnya masyarakat Melayu Sumatera Timur (Pesisir Timur Provinsi Sumatera Utara).
 Selanjutnya setelah data kosakata flora dalam sampiran pantun terkumpul, penulis menetapkan 20 responden. Responden terdiri atas 10 orang generasi tua dan 10 orang generasi muda (umur 17—25 tahun). Penulis menanyakan kepada responden, apakah mereka mengenal jenis flora tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan ancangan ekolinguistik. Data penelitian adalah berupa kosakata. Pengumpulan data dilakukan melalui studi perpustakaan, angket, wawancara, dan observasi. Dalam pengumpulan data, peneliti sebagai instrumen kunci dilengkapi dengan panduan observasi, panduan wawancara, dan alat perekam elektronik. Peneliti melakukan seleksi data, identifikasi data, klasifikasi data, dan kategorisasi data yang didasarkan pada pandangan emik. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada teori ekolinguistik menurut Haugen, Saussure, Lundo dan Bundasgaard.
2.        Kerangka Teori
2.1    Ekolinguistik
Teori yang digunakan untuk mengkaji masalah bahasa dan ekologi adalah ekolinguistik. Melalui ekolinguistik akan menjelaskan fenomena bahasa dengan parameter ekologi.  Seorang tokoh paradigma linguistik, Einer Haugen (1972) telah mengkombinasikan bahasa dengan ekologi. Dijelaskan bahwa ekologi bahasa adalah ilmu yang mempelajari inter-relasi antara bahasa yang ada dalam kognitif manusia dan dalam komunitas yang multilingual. Semenjak itu, ekolinguistik sebagai cabang ilmu linguistik yang mengembangkan hubungan antara bahasa dan ekologi yang telah didirikan dengan cara yang berbeda dan dengan menggunakan pendekatan, dan metode yang berbeda pula (Jorgensen dan Bendoricchio, 2001).
Ekologi merupakan ilmu yang muncul akhir abad IX di Europa dan Amerika. Ilmu ekologi kelihatannya tidak hanya lingkungan manusia sebagai objek kajiannya, tetapi mempelajari banyak hal yakni kompleksitas interaksi sejumlah komponen abiotik seperti udara, air, dan komponen biotik seperti plants, animals. Ekologi manusia membangun interaksi antara manusia dan lingkungannya, dengan menambah kompleksitasnya. Ekologi manusia dibatasi oleh alam dan budayanya. (Merchant, 1992).
Selanjutnya, konsep ekologi menurut Thohir, (dalam Mbete, 2009:2) adalah ilmu yang mempelajari semua jenis makhluk hidup termasuk manusia (dengan budaya dan bahasanya dan kaitannya dengan “lingkungannya”. Selanjutnya yang dimaksud dengan lingkungan manusia atau lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik yang berwujud benda mati maupun jasad-jasad atau organisme-organisme dan di dalamnya ada manusia.
Secara umum Louis dan Calvet (2006), mendefinisikan ekologi sebagai ilmu yang mempelajari relasi antara organisme dan lingkungannya, sedangkan ekologi bahasa adalah ilmu yang mempelajari bahasa dan lingkungannya. Dalam hal ini, relasi antara bahasa itu sendiri,  antara bahasa dan masyarakat.
Beberapa konsep tentang ekologi bahasa (ekolinguistik) di atas dapat digarisbawahi bahwa dalam ekolinguistik mengandung beberapa konsep interaksi yang penting yakni keberagaman (diversity), intra-relasi (intrarelations), inter-relasi (interrelations), ekstra-relasi (extrarelations) bahasa, ekologi, dan  kombinasi dari komponen relasi tersebut. Kemudian adanya independensi (saling ketergantungan satu sama lain) antara bahasa dan lingkungannya. Bahasa mempunyai relasi dengan ekologi yang cukup tinggi dan sulit dipisahkan. Keberagaman atau kebervariasian  bentuk leksikon, bentuk gramatika, bentuk teks, budaya dengan ekologinya, mencerminkan interaksi atau relasi suatu bahasa dan ekologinya. Seperti yang dinyatakan Derni (2008) bahwa ekolinguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dengan lingkungan yang memiliki intrarelasi, inter-relasi, ekstrarelasi dan kombinasi satu sama lain di antara unsur-unsur tersebut.
Yang mendasari kajian ekolinguistik dalam penelitian ini adalah mengacu pada citra bentuk (signifie) dan citra makna (signifient) yang dikemukakan oleh seorang tokoh linguistik modern, Ferdinand de Saussure (1993). Menurut Ferdinand de Saussure, citra bentuk (signifie) dan citra makna (signifient) mengandung makna referensial yang  realitas di sekitar kita.
Teori  ekolinguistik  untuk  menjelaskan  inter-relasi  antara bahasa dengan pemikiran manusia dan  komunikasi  multilingual  dengan  parameter  ekologi  yakni  interaksi dan inter-relasi (interrelationships), lingkungan (environment) dan keberagaman/kebervariasian (diversity) (Fill dan Mühlhüsler, 2001:1). 
Teori tersebut didasari pada prinsip interaksi, dan keberagaman/kebervariasian (diversity). Bentuk interaksi antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial  atau bahasa dan kebudayaan dapat dilihat pada level inter-relasi leksikon. Sedangkan bentuk keberagaman (diversity) dapat dilihat pada tatanan kebervariasian leksikon yang dihasilkan oleh suatu bahasa tersebut. Apakah kebervariasian leksikon terjadi dalam pikiran manusia (human mind), dalam komunitas yang realitas, sistem bahasa, ataupun  inter-relasi antara pembicara. Karena menurut Fill dan Mühlhüsler, (2001:6) kebervariasian terjadi karena faktor adaptasi terhadap lingkungan, sedangkan Glausiusz dalam Fill dan Mühlhüsler, (2001:6) kebervariasian bahasa (leksikon) terjadi karena proses evolusi.
Ekolinguistik merupakan sebuah teori yang mengaitkan linguistik dengan ekologi. Ekologi dalam ilmu linguistik memainkan peran yang sangat penting. Pentingnya ekologi dalam ilmu linguistik terutama untuk kebertahanan bahasa. Karena ada suatu asumsi bahwa keerosian bahasa terjadi disebabkan oleh keerosian lingkungan. Berangkat dari pemikiran filosofis tersebut maka lingkungan menjadi salah satu kajian penting dalam ilmu linguistik. Sebaliknya, fakta telah menunjukkan bahwa lingkungan tanpa bahasa adalah mati. Tanpa bahasa, seseorang tidak mungkin bisa mengungkapkan kerahasiaan alam tersebut kepada orang lain. Segala sesuatu yang akan dilakukan harus menggunakan bahasa. Melalui bahasa, kita dapat mengonstruksikan pengalaman atau mengekspresikan atau mengklasifikasikan dunia nyata yang ada di sekitar kita.  Bagaimanapun bahasa merupakan hasil konfigurasi pikiran manusia dengan ekologinya. Melalui bahasa akan tergambar cara berpikir seseorang tentang sesuatu yang ada dalam dunia nyata termasuk budaya. Pengkodean masing-masing budaya tentu mengalami perbedaan atau bervariasi. Bentuk pengkodeannya bisa terjadi melalui lexicalize, gramaticalize, textualize, dan culturalize. Perbedaan pengkodean dapat dilihat pada tingkat kekayaan leksikon, gramatikal, teks, dan budaya.
Beberapa konsep ekolinguistik yang digunakan untuk mengupas tuntas perubahan timbal balik antara lingkungan dan bahasanya bisa menjelaskan bahwa pergeseran nilai, norma-norma dan kultur yang ada dalam masyarakat bisa menyebabkan perubahan dan tekanan dalam bahasa sebagai akibat dari tekanan terhadap lingkungan yang turut terjadi sebelumnya. Konsep dimaksud meliputi konsep ekolinguistik kritis, keberlanjutan ‘sustainability’, konsep masyarakat berisiko, parameter ekolinguistik, leksikon, serta konsep ideologi. Adapun kerangka teori meliputi penjabaran kajian ekolingistik, yang merupakan kajian interdisipliner yang melihat tautan antara ekologi (ekosistem) dan linguistik (ilmu bahasa). Penelitian ini melibatkan kajian-kajian lain, di antaranya sosiologi, antropologi, psikologi dan ilmu politik. Pendalaman kajian ekolinguistik diupayakan dengan cara memasukkan kearifan-kearifan ekologis lokal dalam bahasa tersebut. Unsur-unsur bahasa dimaksud adalah eko-fonologi, eko-morfologi, eko-sintaksis dan eko-semantik yang menjadi bagian dari wacana lingkungan (Muhlhausler, 1995 dalam Al Gayoni, 2009: 6). Lebih lanjut dalam kajian ini dijelaskan mengenai hubungan secara dialektika antara bahasa dan dominasi/kekuasaan bahasa serta dengan dominasi manusia (Lundo dan Bundasgaard, 2000:10). Keterkaitan ketiga unsur tersebut tergambar dalam diagram berikut.



 













Gambar 1: Diagram dimensi bahasa dalam ekolinguistik (Lundo dan Bundasgaard, 2000)
Diagram dari dominasi sosial di atas menunjukkan bahwa bahasa merupakan kesatuan dari ketiga dimensi tersebut yang tidak dapat dipisahkan dengan kedua dimensi yang lain. Dimensi-dimensi yang berada di luar konteks namun memberikan andil yang sangat signifikan dalam diagram ini adalah: (a) dimensi ideo-logical yang mengacu pada individual and collective mental, cognitive, ideological and psychic systems; (b) dimensi socio-logical yang mengacu pada cara kita mengkoordinasi inter-relasi kita untuk menjaga kolektivitas secara pribadi maupun individu; (c) dimensi bio-logical yang menyangkut kolektivitas dan koeksistensi antara kita manusia dengan spesies yang lain. Proses material transitif efektif konstrua, yang menjadi inti pembahasan dalam kajian eko-sintaksis adalah pilihan yang paling tidak sesuai, meskipun sangat kongruen. Tetapi banyak pilihan untuk transitivitas juga tidak sesuai dalam tingkatan berbeda, dan menunjukkan proses serta tindakan manusia di dunia dengan melakukan:
(1)      Pembagian dalam partisipan agen, yang terkena dampak (affected partisipan) dan sirkumstan (circumstance) yang pada umumnya tidak sesuai dengan teori saintifik modern atau khususnya teori Gaia.
(2)      Pembagian khusus sebagai agen dan yang terkena dampak (affected partisipan), yang tidak sejalan dengan pengertian bahwa sesuatu sedang aktif terjadi atau dengan umpan balik di dalam teori Gaia. Pembagian ini menunjukkan hubungan satu arah antara sebab dan akibat yang salah. Dalam istilah yang lebih panjang, agen akan selalu terkena dampak oleh konsekuensi dari perbuatannya.
(3)      Pembagian ke dalam partisipan agen atau yang terkena dampak (affected) pada satu sisi dan unsur-unsur lokasi keadaan (sirkumstansial) pada sisi lainnya dapat secara salah menyatakan bahwa lingkungan, ditunjukkan dengan unsur-unsur lokasi sirkumstansial, tidak memiliki kekuatan atau tidak terkena dampak.
(4)      Kategorisasi suatu kejadian menjadi proses-proses dan benda-benda/hal-hal, yang ragu-ragu memberikan pemahaman terhadap fisika modern.

2.2    Sampiran Pantun
Sebuah pantun terdapat dua bagian, yakni sampiran dan isi. Untuk sampiran itu harus mencerminkan sesuatu yang bisa dicerna atau merupakan bagian yang sebenarnya dari yang dimasukkan ke dalam bait pantun. Sampiran jangan asal dibuat, dalam sampiran itu mencerminkan tingkat pendidikan seorang pemantun. Sementara untuk bagian isi, itu bisa menyesuikan dengan sampiran. Sekarang ini, banyak pemantun dalam membuat sampiran pantun yang salah, seperti Dari Medan ke Tanjungpura, Singgah sebentar di Tebingtinggi. Bagi masyarakat Sumatera Utara, tentu hal ini sangat tidak masuk akal, kalau singgah di Binjai, mungkin masuk akal. Karena Medan dan Tanjungpura berada di barat, sementara Tebingtinggi berada di timur.
Ada dua pendapat mengenai hubungan antara sampiran dan isi pantun. Pendapat pertama dikemukakan oleh Klinkert (1868)[3] yang menyebutkan bahwa, antara sampiran dan isi terdapat hubungan makna. Pendapat ini dipertegas kembali oleh Pijnappel (1883)[4] yang mengatakan bahwa, hubungan antara keduanya bukan hanya dalam tataran makna, tetapi juga bunyi. Bisa dikatakan jika sampiran sebenarnya membayangkan isi pantun. Pendapat ini dibantah oleh van Ophuysen[5] yang mengatakan bahwa, sia-sia mencari hubungan antara sampiran dan isi pantun. Menurutnya, yang muncul pertama kali di benak seseorang adalah isi, baru kemudian dicari sampirannya agar bersajak. Dalam perkembangannya, Hooykas (1965) kemudian memadukan dua pendapat ini dengan mengatakan bahwa, pada pantun yang baik, terdapat hubungan makna tersembunyi dalam sampiran, sedangkan pada pantun yang kurang baik, hubungan tersebut semata-mata hanya untuk keperluan persamaan bunyi. Pendapat Hooykas ini sejalan dengan pendapat Tenas Effendy yang menyebut pantun yang baik dengan sebutan pantun sempurna atau penuh, dan pantun yang kurang baik dengan sebutan pantun tak-penuh atau tak-sempurna. Karena sampiran dan isi sama-sama mengandung makna yang dalam (berisi), maka kemudian dikatakan, “sampiran dapat menjadi isi, dan isi dapat menjadi sampiran.” (lihat http://lubisgrafura.wordpress.com).
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana (1961) fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan, sehingga pada umumnya sampiran tidak berhubungan dengan isi, terkadang bentuk sampiran membayangkan isi.
Sampiran pantun adalah bahasa tersirat, dibuat bukan sekadar untuk kebutuhan persamaan rima, sehingga terkadang tanpa memperhatikan pertalian atau hubungan antara sampiran dengan isi. Sampiran yang baik, merupakan pembayang yang dibuat dengan mempertimbangkan persajakan dan rima. Jumlah kata dan suku kata serta hubungan yang munasabah dengan isi juga merupakan hasil dari pilahan dan pilihan kata yang selektif, sehingga membentuk suatu ungkapan yang padu dan sepadan.
William Marsden (1812) dalam bukunya Grammer of The Malayan Language (1812), berpendapat; dua baris pertama yakni sampiran merupakan kiasan terhadap dua baris berikutnya yakni isi pantun. Pendapat ini didukung pula oleh John Craufurd (1852) dalam bukunya Grammer and Dictionary of The Malayan Language (1852). William Marsden berkesimpulan, atas sampiran sebagai kiasan terhadap isi, dipakai dengan teliti oleh orang Melayu. Sedangkan John Craufurd melihat hubungan sampiran dengan isi, bagaikan teka-teki, yakni teka-teki pengertian, karena kiasan yang dikandungnya.
Abbe P. Favre (1876) dalam bukunya Grammair de la language Malaise (1876) menyatakan; dua baris pantun yang mula-mula sampiran) berfungsi sebagai lambang terhadap dua baris berikutnya (maksud/isi), bukan untuk menentukan maksud atau isi pantun. Pendapat ini didukung oleh W.R. van Hoevell dan L.K. Harmsen (1885)[6], mengatakan bahwa; dua baris pertama pada pantun sering menyatakan suatu yang bukan-bukan, sebab yang dipentingkan di situ hanyalah keindahan bunyi.
Sampiran merupakan cerminan artikulasi pikiran pemantun. Keberadaan sampiran pada pantun jadi penentu luas dan dalamnya makna yang dikandung. Bahasa sampiran adalah bahasa cerdik pandai, yang dibuat pemantun karena mampu menangkap simbol alam makro untuk menuntun penyempurnaan kemanusiaan manusia sebagai alam mikro melalui maksud tersirat dari kata yang tersurat.
Secara estetika, pantun berkaitan dengan kata santun, bantun, lantun, dan runtun. Menurut Tenas Effendy (2007), kata pantun tersebut merupakan singkatan dari kata sopan dan santun, yang diambil dari suku kata akhirnya, yaitu ‘pan’ dan ‘tun’, maka menjadi pantun.
Kata santun, lengkapnya sopan-santun, mengandung makna: tutur kata, budi bahasa, budi pekerti, prilaku/kelakuan, perangai, tindakan yang baik. Dengan demikian kata pantun mengandung makna: susunan tutur kata yang menggambarkan kebaikan budi bahasa, budi pekerti, prilaku/kelakuan dan perangai penuturnya.
Kata bantun (memukul dengan tujuan mendapat hasil). Membantun (memukul) dengan kata-kata jauh lebih berarti dan beradab jika dibanding memukul dengan tangan, apalagi bila memukul tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan maksud yang baik. Dengan pantun kita dapat membantun/memukul (memberi nasehat dengan cermat, memberi pelajaran dengan bijak, menyindir dengan kias, mencontohkan dengan tamsil dan ibarat.
Kata lantun mempunyai arti mengucapkan/menyanyikan dengan irama. Rangkai kata yang lazim dilantunkan adalah kalimat bersajak dan berima. Pantun sangat memungkinkan untuk dilantunkan, paling tidak diucapkan dengan nada bicara yang khas. Dari segi persajakan dan rima (persamaan bunyi) selain untuk keperluan pelantunan juga sebagai kaidah baku yang membedakan pantun dengan pribahasa, kata berirama, pepatah, petatah-petitih, gurindam, syair, nazam, rubayat, matsnawi dan nazam.
Kata runtun (tidak terputus, sambung bersambung, berturut-turut secara teratur) mengandung makna menggambarkan hubungan antara sampiran/pembayang dengan maksud/isi pantun tersusun menurut urutan pilihan kata yang selektif disertai keteraturan irama serta rima antara sampiran dan isi pada setiap bait.
3.        Hasil dan Pembahasan
3.1    Kosakata Flora
Berdasarkan 40 bait pantun yang diteliti, ditemukan beberapa unsur tumbuhan (flora), yaitu: pisang emas, ubi, nenas, mumbang, kelapa, limau purut, bunga selasih, sirih, pinang, padi, sagu/rumbia, asam kandis, paria, bambu/buluh, betik, berangan, teruntum, halia, kuini, jambu, serai, bunga melati, bunga rampai, bunga tanjung, bunga seroja, kepayang, nipah, mengkudu, durian, kunyit, kurma, cempedak, keladi, nangka, putik pauh, delima batu, kemiri, manggis, buah bidara, kangkung, duri, pegaga, mengkuang, kedondong, dan benalu. Unsur kosakata flora ini terbagi ke dalam kelompok buah, bunga, daun, akar, pohon, pokok, dan batang.
Dari 45 jenis kosakata flora yang ditemukan dalam sampiran pantun ini. Berdasarkan jawaban responden generasi tua, ada beberapa jenis flora yang sudah tidak diketahui dan tidak ada lagi ditanam di wilayah Melayu, tetapi mereka masih ingat jenis flora tersebut. Di antaranya: bunga selasih, sagu/rumbia, asam kandis, teruntum, kepayang, nipah, delima batu, bidara, pegaga, dan mengkuang. Selanjutnya dari jumlah flora yang tidak diketahui itu ditanyakan kepada 10 responden generasi muda, semua responden menjawab tidak tahu. Dengan demikian terdapat 10 (22,22%) jenis flora yang tidak dikenal lagi, akhirnya lambat-laun kosakata ini pun akan punah.
Unsur kosakata flora yang hadir dalam sampiran pantun ini berfungsi untuk memadankan kata pada isi pantun. Padanan kata itu, seperti berikut ini. Pada kelompok buah, yaitu: pisang emas [utang-emas], ubi [budi], nenas [emas-panas], mumbang [sayang], kelapa [cinta], limau purut [ribut], pinang [datang], padi [kami-hati-budi], kandis [manis], paria [bercinta], betik  [cantik], berangan [gerangan], jambu [madu], durian [hujan], nangka [mata], pauh [jauh], delima batu [negri satu], bidara [bicara], rumbia [dunia], pegaga [surga], kedondong [gunung], kepayang [merancang].
Pada kelompok bunga, yaitu: selasih [kasih], teruntum [sekuntum], melati [hati-besi], seroja [manusia]. Pada kelompok daun, yaitu: kurma [mana], cempedak [tidak], kangkung [jantung], mengkuang [dagang]. Pada kelompok akar/umbi, yaitu: Akar bambu [terbakar], halia [dunia], kunyit [duit], keladi [budi], benalu [malu]. Pada kelompok pohon/pokok/batang, yaitu: kepayang [terbang melayang], kemiri [seni], manggis [menangis], kurma [bersama], mengkudu [namaku], batang padi [tak mati], sagu mentah [sepatah], serai [bercerai], nipah [sudah], duri [sendiri], dan buluh [musuh].
3.2    Citra Makna dan Bunyi di balik kosakata flora
Menurut Chaer (2007:348), signifié adalah pengertian yang muncul dalam pikiran kita. Secara sederhana, signifie digambarkan sebagai makna. Signifiant adalah citra bunyi yang memberikan pengertian. Signifiant dan Signifie Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 2007:348)  mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik (signe atau signe lingustique) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant dan komponen signifie. Yang dimaksud signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis yang timbul dalam pikiran kita. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Untuk lebih jelas, ada yang menyamakan signe itu sama dengan kata; signifie sama dengan ’makna’; dan signifiant sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu. Hubungan antara signifiant dengan signifie sangat erat, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam kajian ini dianalisis unsur citra makna (signifie) dan citra bunyi (signifiant) dari sampiran pantun yang diambil dari unsur kosakata tumbuhan. Bagaimana inter-relasinya dalam mencitrakan pada isi pantun. Akan tetapi, tidak keseluruhan pantun yang dianalisis. Terfokus pada beberapa teks pantun saja.
Pisang emas dibawa berlayar 
Masak sebiji di dalam peti
Utang emas dapat dibayar 
Utang budi dibawa mati
Menurut penelitian ahli obat herbal, ternyata pisang emas atau musa acuminata colla   merupakan obat untuk mabuk laut. Oleh sebab itu, pemilihan ungkapan ‘pisang emas dibawa berlayar‘, ini merupakan inter-relasi yang sangat tepat dalam kehidupan nyata. ‘masak sebiji di dalam peti’, memang pisang emas tidak pernah masak secara bersamaan, masaknya satu per satu. Inter-relasi yang muncul sebenarnya adalah realitas kehidupan nyata. Sehingga tepat jika direlasikan dengan isi pantun ‘utang emas dapat dibayar/Utang budi dibawa mati’. Ini juga merupakan realitas kehidupan yang dijalani oleh umat manusia. Tidak pernah orang mampu membayar utang budi, tetapi jika utang harta (emas) dapat dibayar. Kata ‘pisang’ dan ‘peti’ pada sampiran adalah untuk mencitrakan kata ‘utang’ dan ‘mati’ pada isi.
Dari segi citra bunyi, pemilihan kata ‘pisang emas’, pada kalimat sampiran /pisang emas dibawa berlayar/ adalah untuk menghubungkan pada kata ‘utang emas’ yang terdapat pada baris ketiga /utang emas dapat dibayar/ yang merupakan isi dari pantun tersebut. Citra bunyi dalam hal ini, terdiri atas dua bagian. Posisi bunyi yang diambil sebagian untuk rima akhirnya saja, yaitu hanya bunyi ‘ang’ pada kata ‘pisang’ untuk inter-relasi pada kata ‘utang’. Kemudian bunyi yang diambil seluruhnya, yaitu ‘emas’.
Dari segi ekolinguistik, umumnya responden mengetahui kosakata ‘pisang emas’. Berdasarkan jenis, ketika diminta untuk membedakan antara ‘pisang emas’ dan ‘pisang banten’. Saat ditunjukkan gambar kedua pisang tersebut, umumnya para responden generasi muda tidak mampu membedakan. Empat responden memilih ‘pisang banten’ untuk menyebut ‘pisang emas’. Hal ini dikuatirkan, dari segi kosakata mereka tahu, tetapi tidak mampu menunjukkan bendanya.
Sudah puas kutanam ubi
Nenas juga dipandang orang
Sudah puas kutanam budi 
Emas juga dipandang orang
Ubi adalah tanaman yang banyak tumbuh di bumi Melayu, sehingga sudah menjadi menu makanan biasa sehari-hari. Akan tetapi, nenas merupakan tanaman yang pada mulanya didatangkan dari negeri Belanda. Secara sosial, harga nenas lebih mahal daripada harga ubi. Oleh sebab itu inter-relasi ‘ubi’ pada ‘budi’ dan ‘nenas’ pada ‘emas’ sangat tepat.  Budi merupakan sesuatu yang abstrak, tidak ada bentuk wujudnya, tetapi mempunyai nilai yang tinggi. Sementara emas adalah logam mulia yang selalu dicari oleh semua orang.
Kata ‘ubi’ dan ‘nenas’ pada sampiran adalah untuk mencitrakan kata ‘budi’ dan ‘emas’ pada isi pantun. Citra bunyi yang dibangun hanya pada posisi rima akhir dari kata ‘ubi’ yang menginter-relasikan bunyi ‘i’ pada kata ‘budi’. Begitu juga untuk kata ‘nenas’, yaitu bunyi ‘as’ pada kata ‘emas’. Sebenarnya citra bunyi ‘bi’ pada kata ‘ubi’ dan bunyi ‘di’ pada kata ‘budi’ nyaris sama ketika dilisankan.
Keberadaan kosakata ‘ubi’ dan ‘nenas’, para responden generasi muda masih menguasai dan mengetahuinya. Begitu juga dari segi bendanya, yaitu ‘ubu’ dan ‘nenas’, para responden dapat menunjukkannya kepada penulis.
Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta
Kata ‘mumbang’ dan ‘kelapa’ adalah untuk mencitrakan kata ‘sayang’ dan ‘cinta’ pada isi pantun. Mumbang adalah putik buah kelapa. Pilihan kata ini sangat tepat pasangannya, kata ‘mumbang’ memang ada pada pohon kelapa, sementara untuk kata ‘sayang’ dan ‘cinta’ memang merupakan pasangan dalam kehidupan umat manusia.
Inter-relasi citra bunyi pada kedua kata ini juga hanya mengambil dari rima akhir bunyi kata tersebut, yaitu ‘mumbang’ berelasi pada ‘sayang’. Di sini hanya bunyi ‘ang’. Pada kata ‘kelapa’ hanya diambil bunyi ‘a’ untuk kata ‘cinta’. Namun dalam tuturan lisan bunyi ‘pa’ pada kata ‘kelapa’ dan bunyi ‘ta’ pada kata ‘cinta’ terkadang nyaris sama kedengarannya.
Kosakata ‘mumbang’, semua responden generasi muda tidak mengetahuinya, tetapi untuk ‘kelapa’ masih diketahui. Dalam hal ini, dari segi ekolinguistik untuk kosakata ‘mumbang’ dikuatirkan akan menngalami kepunahan. Hal ini dikarenakan, para responden generasi muda hanya mengenal istilah putik kelapa.
Limau purut lebat dipangkal
Sayang selasih condong uratnya
Angin ribut dapat ditangkal
Hati yang kasih apa obatnya
Kata ‘purut’ dan ‘selasih’ adalah untuk mencitrakan kata ‘ribut’ dan ‘kasih’ pada isi pantun. Selasih atau basilikum (ocimum) adalah segolongan terna yang dimanfaatkan daun, bunga, dan bijinya sebagai rempah-rempah serta penyegar (tonikum). Sementara untuk limau purut dalam kehidupan masyarakat tradisional Melayu selalu dihubung-kaitkan dengan perdukunan atau tabib. Ketika hendak mengobati seseorang, sang dukun selalu memilih limau purut sebagai medianya dalam mengobati penyakit seseorang.
Penempatan inter-relasi dari segi makna untuk kedua kata ini sangat tepat, di mana kata ‘limau purut’ untuk mencerminkan kata ‘angin ribut’, sementara kata ‘selasih’ untuk mencitrakan kata ‘kasih’. Citra bunyi kedua kata ini hanya terfokus pada rima akhir dari kata tersebut, ‘purut’ untuk ‘ribut’ berlaku peran bunyi ‘ut’. Kata ‘selasih’ untuk ‘kasih’ berlaku peran bunyi ‘sih’.
Kosakata ‘limau purut’ dan ‘selasih’ memang untuk nama diketahui oleh responden generasi muda, akan tetapi mereka tidak mampu menunjukkan jenis benda itu. Mengingat karena para responden sudah tidak dapat menunjukkan bendanya, maka dikuatirkan lambat-laun kosakata ini juga mengalami kepunahan.
Tuailah padi antara masak
Esok jangan layu-layuan
Intailah kami antara nampak
Esok jangan rindu-rinduan
Menuai buah padi memang harus sebelum padi itu masak betul, karena apabila sudah masak betul, butir padinya akan jatuh. Di samping itu, apabila dituai setelah masak betul, dikuatirkan tangkai padi itu akan layu, sehingga sukar untuk memotongnya dengan tuai. Sampiran pantun ini memiliki inter-relasi wawasan pengetahuan masyarakat Melayu dalam bidang pertanian.
Kata ‘tuai’ dan ‘padi’ dalam sampiraan /tuailah padi antara masak/ adalah untuk mencitrakan kata ‘intai’ dan ‘kami’ pada isi pantun /intailah kami antara nampak/. Sehingga citra bunyi dari pantun ini sangat baik. Posisi kata ‘padi’ yang menginter-relasikan kata ‘kami’ berada pada rima awal. Bunyi rima yang diambil hanyalah bunyi ‘i’ antara kata ‘padi’ dan ‘kami’.
Kosakata ‘padi’ masih dikenal oleh responden generasi muda. Begitu juga dengan benda ‘padi’ tersebut. Namun untuk kosakata ‘tuai’, dari segi benda mereka tidak mengenalnya. Fenoemana di tengah masyarakat pun, tidak dijumpai lagi kegiatan menuai padi. Padi dipanen tidak lagi dengan memakai tuai, tetapi dengan memakai arit. Sehingga dari segi ekolinguistik, kosakata ‘tuai’ akan mengalami kepunahan.
Hendak dulang diberi dulang
Dulang berisi sagu mentah
Hendak pulang kuberi pulang
Tinggalkan pantun barang sepatah
Kata ‘sagu mentah’ pada sampiran baris kedua /dulang berisi sagu mentah/ adalah untuk mencitrakan kata  ‘barang sepatah’ pada isi pantun /tingalkan pantun barang sepatah/. Sagu adalah tepung atau olahannya yang diperoleh dari pemrosesan teras batang rumbia atau "pohon sagu" dalam istilah Latinnya metroxylon sagu rottb. Tepung sagu memiliki karakteristik fisik yang mirip dengan tepung tapioka.
Inter-relasi ‘sagu mentah’ pada ‘barang sepatah’ sangat tepat dari segi citra makna. Istilah ‘barang sepatah’ merupakan sebuah pesan merendah dalam masyarakat Melayu yang diperuntukan kepada seseorang yang dihormati.
Posisi kata ‘mentah’ yang menginter-relasikan kata ‘sepatah’ berada pada rima akhir. Bunyi rima yang diambil adalah bunyi ‘tah’ antara kata ‘mentah’ dan ‘sepatah’.
Kosakata ‘sagu’ responden generasi muda masih ada yang tidak mengetahuinya, sementara untuk jenis bendanya, semua responden generasi muda tidak mampu untuk memperlihatkannya. Penulis memperlihatkan antara pohon sagu/rumbia dengan pohon nipah, para responden generasi muda tidak mampu menunjukkan mana pohon sagu tersebut. Sehingga dari segi ekolinguistik, kosakata ‘sagu’ lambat-laun akan mengalami kepunahan.
Asam kandis mari diiris
Manis sekali rasa isinya
Dilihat manis dipandang manis
Lebih manis hati budinya
Buah asam kandis memang rasanya manis, sehingga pemilihan kosakata ‘kandis’ untuk mencitrakan kata ‘manis’ pada isi pantun sangat tepat. Inter-relasi makna ‘kandis’ pada ‘manis’ mencitrakan suatu kesesuaian untuk isi pantun /dilihat manis dipandang manis/.
Posisi kata ‘kandis’ yang menginter-relasikan kata ‘manis’ berada pada rima awal. Bunyi rima yang diambil adalah bunyi ‘is’ antara kata ‘kandis’ dan ‘manis’.
Kosakata ‘asam kandis’ para responden generasi muda tidak ada yang mengetahuinya. Begitu juga dari segi bendanya, mereka tidak mampu untuk menunjukkannya. Sehingga dari segi ekolinguistik, kosakata ‘asam kandis’ dikuatirkan lambat-laun akan mengalami kepunahan juga.
Kalau kutahu paria pahit
Tidak kugulai dalam belanga
Kalau kutahu bercinta sakit
Tidak kumulai dari semula
Kata ‘paria’dan ‘belanga’ adalah untuk mencitrakan kata ‘bercinta’ dan ‘semula’ pada isi pantun. Ada keterkaitan antara kata ‘paria’ dan ‘belanga’, karena untuk menggulai ‘paria’ wadahnya pada zaman dahulu adalah ‘belanga’, sejenis wadah untuk memasak yang terbuat dari tanah liat.
Posisi kata ‘paria’ pada sampiran /kalau kutahu paria pahit/ yang menginter-relasikan kata ‘bercinta’ pada isi pantun /kalau kutahu bercinta sakit/ berada pada rima tengah, yaitu hanya untuk mengisi bunyi ‘a’.
Kosakata ‘paria’ responden generasi muda masih mengetahuinya, sementara untuk jenis bendanya, semua responden generasi muda tidak mampu untuk memperlihatkannya. Ini diketahui ketika penulis memperlihatkan antara buah paria dan buah petula. Sehingga dari segi ekolinguistik, kosakata ‘paria’ ini dikuatirkan juga akan mengalami kepunahan.
Akar bambu dibuat tali
Anaklah kucing dalam perahu
Terbakar rindu di dalam diri
Terbakar hati orang tak tahu
Kata ‘akar bambu’ pada sampiran pantun /akar bamboo dibuat tali/ adalah untuk mencitrakan kata  ‘terbakar rindu’ pada isi pantun /terbakar rindu di dalam diri/. Inter-relasi ‘akar bambu’ pada ‘terbakar rindu’, merupakan penempatan kata yang sepadan dalam hal citra bunyi. Posisi kata ‘akar’ yang menginter-relasikan kata ‘terbakar’ dan kata ‘bambu’ untuk inter-relasi kata ‘rindu’. Posisi bunyi rima yang diambil adalah bunyi ‘kar’ dan bunyi ‘u’ yang berada di rima awal.
Kosakata ‘bambu’ para responden generasi muda masih mengetahuinya. Begitu juga dari segi bendanya. Saat ditunjukkan antara gambar pohon bambu dan pohon tebu, mereka dapat membedakannya, mana bambu dan mana tebu.
Tumbuh betik di tepi halaman
Pokok berangan pokok teruntum
Sungguh cantik bunga di taman
Bolehkah gerangan petik sekuntum
Kata ‘betik’, ‘berangan’ dan ‘teruntum’ adalah untuk mencitrakan kata ‘cantik’, ‘gerangan’ dan ‘sekuntum’ pada isi pantun. Inter-relasi yang muncul di sini hanya terfokus pada citra bunyi, yaitu ‘betik’ untuk ‘cantik’, ‘berangan’ untuk ‘gerangan’, dan ‘teruntum’ untuk ‘sekuntum’. Dengan bunyi rima yang diambil adalah masing-masing bunyi ‘tik’, ‘rangan’, dan ‘untum’.
Kosakata ‘betik’ masih diketahui, begitu juga bendanya. Tetapi untuk kosakata ‘berangan’ dan ‘teruntum’ umumnya responden generasi muda tidak mengetahuinya. Sehingga dari segi ekolinguistik, untuk kosakata ‘berangan’ dan ‘teruntum’, dikuatirkan akan mengalami proses kepunahan. Apa lagi di tengah masyarakat, tumbuhan ini sudah sangat langka. Tidak ada lagi masyarakat yang menanam tumbuhan ini.
Halia ini tanam-tanaman
Ke barat juga akan condongnya
Dunia ini pinjam-pinjaman
Akhirat juga akan sungguhnya
Kata ‘halia’ pada sampiran /halia ini tanam-tanaman/ adalah untuk mencitrakan kata ‘dunia’ pada isi pantun /dunia ini pinjam-pinjaman/. Inter-relasi ‘halia’ pada ‘dunia’, merupakan penempatan kata yang sepadan dalam hal citra bunyi. Posisi kata ‘halia’ yang menginter-relasikan kata ‘dunia’. Posisi bunyi rima yang diambil adalah bunyi ‘ia’ yang berada pada rima awal.
Kosakata ‘halia’ masih diketahui oleh responden generasi muda. Akan tetapi dari segi bendanya, ada dua responden yang tidak mampu membedakan saat penulis memperlihatkan antara ‘halia’ dan ‘kunyit’. Dari segi ekolinguistik ini juga mengkuatirkan, karena generasi muda hanya mengenalnya dengan kata ‘jahe’ dalam bahasa Indonesia. Sementara dalam bahasa Melayu disebut ‘halia’.
Buah kuini jatuh tercampak
Jatuh menimpa bunga selasih
Biar bertahun dilambung ombak
Tidak ku lupa pada yang kasih
Kata ‘selasih’ adalah untuk mencitrakan kata ‘kasih’ pada isi pantun. Tetapi pada kata ‘kuini’ ternyata tidak ada fungsinya untuk mencitrakan pada isi. Inter-relasi ‘selasih’ pada ‘kasih’ sangat tepat dari segi citra bunyi. Posisi kata ‘selasih’ pada sampiran /jatuh menimpa bunga selasih/ yang menginter-relasikan kata ‘kasih’ pada isi pantun /tidak kulupa pada yang kasih/ berada pada rima akhir. Bunyi rima yang diambil adalah bunyi ‘asih’ antara kata ‘selasih’ dan ‘kasih’.
Kosakata ‘selasih’ responden generasi muda masih mengetahuinya, sementara untuk jenis bendanya, semua responden generasi muda tidak mampu untuk memperlihatkannya. Ini diketahui ketika penulis memperlihatkan antara selasih dan ketumbar. Sehingga dari segi ekolinguistik keberadaan kosakata ‘selasih’ berpotensi untuk terancam punah.
3.3    Inter-relasi Bahasa dan Benda
Untuk melihat dari segi kajian ekolinguistik, penelitian ini menguji kemampuan responden, khususnya responden generasi muda Melayu yang berjumlah 10 orang terhadap kosakata dan fisik atau benda dari flora yang muncul di dalam sampiran pantun. Hal ini dilakukan berkaitan dengan pengujian kebertahanan kosakata tersebut di tengah masyarakat, khususnya oleh generasi muda.
Nama Flora
Linguistik
Fisik/Benda
Tahu
Taktahu
Tahu
Taktahu
Pisang emas
10
0
6
4
Ubi
10
0
10
0
Nenas
10
0
10
0
Mumbang
0
10
0
10
Kelapa
10
0
10
0
Limau purut
10
0
0
10
Selasih
10
0
0
10
Padi
10
0
10
0
Sagu
5
5
0
10
Kandis
0
10
0
10
Paria
8
2
0
10
Bambu/buluh
10
0
10
0
Betik
10
0
10
0
Berangan
0
10
0
10
Teruntum
0
10
0
10
Halia
10
0
8
2
Jambu
10
0
10
0
Serai
10
0
2
8
Melati
10
0
4
6
Kepayang
0
10
0
10
Nipah
5
5
0
10
Mengkudu
10
0
8
2
Durian
10
0
10
0
Kunyit
10
0
6
4
Pauh
6
4
0
10
Tanjung
10
0
5
5
Cempedak
10
0
5
5
Keladi
10
0
7
3
Nangka
10
0
5
5
Delima batu
4
6
0
10
Kemiri
10
0
3
7
Manggis
10
0
10
0
Bidara
0
10
0
10
Seroja
7
3
2
8
Kangkung
10
0
10
0
Rumbia
6
4
0
10
Mengkuang
0
10
0
10
Kedondong
10
0
10
0
Benalu
10
0
0
10
Berdasarkan tabel di atas, terlihat ada kosakata dan bendanya tidak diketahui oleh responden generasi muda itu sama sekali, yaitu kosakata ‘mumbang’, ‘kandis’, ‘berangan’, ‘teruntum’, ‘kepayang’, ‘bidara’, ‘mengkuang’. Selanjutnya ada yang mengetahui dari segi linguistiknya, tetapi sama sekali tidak tahu dari segi jenis bendanya, yaitu ‘limau purut’, ‘selasih’, ‘sagu’, ‘paria’, ‘nipah’, ‘pauh’, ‘delima batu’, ‘rumbia’, dan ‘benalu’. Berikutnya separuh dan lebih separuh dari responden generasi muda tidak mengetahui dari segi jenis bendanya, yaitu ‘serai’, ‘bunga melati’, ‘bunga tanjung’, ‘cempedak’, ‘nangka’, dan ‘bunga seroja’.
Fenomena ini menunjukkan bahwa dari segi ekolinguistik keberadaan kosakata flora tersebut, berpotensi untuk terancam akan punah. Hal ini dikarenakan di wilayah tersebut tidak lagi ditemukan jenis flora tersebut. Di sisi lain, terjadi pergeseran kegiatan ekonomi masyarakat, yaitu dari kegiatan pertanian menjadi kegiatan lainnya, seperti jualan, pegawai, dan lainnya. Begitu juga dengan luasnya lahan yang dimiliki oleh masyarakat. Umumnya responden yang berdomisili di kota, di mana rumah mereka tidak mempunyai halaman yang luas untuk menanam jenis flora.   
4.        Penutup
4.1    Simpulan
Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah, masyarakat Melayu yang tinggal di Kota Medan yang memiliki ragam bahasa yang unik. Pemakaian kosakata yang berkaitan dengan bahasa Melayu sudah sangat langka. Apalagi dikaitkan dengan penamaan unsur flora yang sudah langka ditemukan dari lingkungan geografis mereka.
Dalam pandangan ekolinguistik, pandangan green grammar dijadikan sebagai bentuk struktur yang ideal untuk menyelaraskan kalimat/klausa yang ada pada sampiran pantun ini dengan alam, yaitu unsur tumbuhan.
Dalam sampiran pantun, ketahanan khazanah lingual kosakata flora berpotensi untuk mengalami kepunahan. Hal ini disebabkan masih banyak kosakata flora dari bahasa Melayu yang tidak diketahui lagi oleh generasi muda Melayu. Fenomena ini diakibatkan, jenis tumbuhan (flora) tersebut tidak ada lagi ditanam oleh masyarakat. Sehingga para generasi muda tidak mengenalnya lagi.
4.2    Saran
Masyarakat setempat mengenal kosakata unsur flora yang hadir dalam sampiran pantun itu hanya dalam bahasa Indonesia, serta memadukan dengan bahasa yang berkembang saat ini. Ekolinguistik di sini bisa diungkap dengan menangkap istilah-istilah kosakata flora tersebut. Dengan penelitian ini, bisa dijadikan acuan kepada peniliti yang lain untuk mengkaji ekolinguistik dari segi flora di Indonesia yang sangat banyak jenisnya dengan kondisi geografis yang berbeda-beda. Obyek kajian ekolinguistik di Indonesia tidak akan ada habisnya.
Berdasarkan temuan dari hasil penelitian ini, kiranya unsur kosakata flora yang hadir dalam sampiran pantun ini perlu untuk terus diinventaris dalam kamus khusus. Begitu juga dengan keberadaan jenis flora yang sudah langka, kiranya perlu untuk diadakan upaya penanaman kembali. Pemerintah perlu membuat kebun percontohan yang berisi tumbuhan langka. Sehingga para generasi muda tetap bisa mengenalnya.

Daftar Pustaka
Buku
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1961. Puisi Lama. Djakarta: Pustaka Rakjat.
Amat Juhari Moain. 2008. Pemilihan Kata dalam Pantun Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Aminah Haji Noor. 2006. Pantun Melayu: Warisan Bangsa. Kuala Lumpur: Iqra' Publications.
Anwar Ridhwan dan E.U. Kratz. 2004. Hati Mesra: Pantun Melayu Sebelum 1914: Suntingan Hans Overbeck. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Bandung: Rineka Cipta.
Craufurd, John. 1852. Grammer and Dictionary of The Malayan Language. London: Smith, Elder. (edisi fotokopi)
Daillie, Francois-Rene. 1988. Alam Pantun Melayu: Studies  on the Malay Pantun. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Dwi Susilo, Rachmad K. 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Press.
Effendy, Tenas. 2007. Khazanah Pantun Melayu Riau. Kuala Lumpur: Dawama Sdn.Bhd.
Fill, Alwin. Peter Mühlhaüsler. 2001. The Ecolinguistic Reader. Langguage, Ecology dan Environtmen. Continuum London and New York. (edisi fotokopi)
Halliday, M.A.K.1978. Language as Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning. London : Edward Arnold. (edisi fotokopi)
Haugen, Einar. 1972. The Echology of Language. Stanford, CA: Stanford University Press. (edisi fotokopi)
Hooykaas, C. 1965. Perintis Sastra. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Iskandar, Teuku. 1995. Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Brunei: UBD.
Jorgensen, S.E and G. Bendoricchio. 2001. Fundamentals of Ecological Modelling. Third Eddition. Elsevier Science Ltd. The Boulevard, Longford Land Kidlington, Oxford OX5 1GB, UK. (edisi fotokopi)
Louis dan  Jean Calvet. 2006. Towards An Ecology of World Languages. Polity Press. 65 Bridge Street Cambridge CB2 1UR, UK. (edisi fotokopi)
Lundo, A.V.& Bundasgaard, J. (eds). 2000. Dialectical Echolinguistics: Three Essays for The Symposium 30 years of Language and Ecology. Odense: University of Odense. (edisi fotokopi)
Marsden, William. 1812. Grammer of The Malayan Language. London: The Author. (edisi fotokopi)
Mat Piah, Harun. 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Merchant, Carolyn. 1992. Livable World :Timber Company You Are Selling Our Home. New York : Routledge. An Imprint of Routhledge, Chapman & Hall.Inc 29 West 35th Street NY 10001. (edisi fotokopi)
Mbete, Aron Meko. 2009. “Refleksi Ringan Tentang Problemantika Keetnikan dan Kebahasaan dalam Perspektif Ekolingistik”. Makalah Seminar Nasional Budaya Etnik III, USU Medan, 25 April 2009.
P. Favre, Abbe. 1876. Grammaire de la Language Malaise. Imprimerie Imperiale Et Royale. (edisi ebook)
R.J. Wilkinson dan R.O. Winstedt. 1961. Pantun Melayu. Singapura: Malaya Publishing House. (Edisi ebook)
Saussure, Ferdinand de. 1993. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Internet
Al Gayoni, Yusradi Usman. 2009. “Konsep Sosio Ekologis Masyarakat Gayo dalam Pemeliharaan Ekosistem. www.gayoline.com (24 Desember 2009) diakses 1 Desember 2014.
Derni, Ammaria. 2008. The Ecolinguistic Paradigm: An Integrationist Trend in Language Study. Tlemcen: Abou Bekr Belkaid University  Algeria The International Journal of Language Society and Culture. www.educ.utas.edu.au/users/tle/JOURNAL/ diakses 1 Desember 2014.
http://lubisgrafura.wordpress.com, diakses tanggal 18 Oktober 2008.



[1] Lih. Prof. Pijnapple, beliau memaparkan pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883. Dalam Aminah Haji Noor. 2006. Pantun Melayu: Warisan Bangsa. Kuala Lumpur: Iqra' Publications.
[2] Lih. H.C. Klinkert. 1868. “De pantuns of minnenzangen der Maleier.” Dalam Aminah Haji Noor. 2006. Pantun Melayu: Warisan Bangsa. Kuala Lumpur: Iqra' Publications.
[3] Perihal pantun menjadi sebuah bahan pembicaraan di kalangan ahli-ahli sastra dan tercatat dalam buku-buku, justru karena tulisan orang Belanda. Pertama-tama, oleh Mr. H.C. Klinkert pada tahun 1868, dengan tulisan “de Pantuns of Minnezangen der Maleiers” (Pantun atau Nyanyian Orang Melayu Berkasih-kasihan) dan disiarkan dalam surat “Bijdragen tot de Taal-, Lan-en Volkenkunde van Ned-Indie” (Bantuan bagi Ilmu Bahasa, Ilmu Negeri dan Bangsa-bangsa tanah Hindia).
[4] Lih. Pijnappel, J. 1883. “Over de Maleische Pantoens.” Bijdragen tot de taal, Land en Volkenkunde van Nederlands—Indie. Dalam Amat Juhari Moain. 2008. Pemilihan Kata dalam Pantun Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
[5] van Ophuysen pada tahun 1904 dalam sebuah pidato pengangkatannya sebagai Guru Besar (Profesor) di sebuah perguruan tinggi di Leiden, Belanda.  Mr. Van Ophuysen inilah yang kemudian membagi pantun dalam kategori ini-itu, dan dipelajari kembali oleh orang-orang Indoensia melalui pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sampai sekarang.
”Menurut pendapatku tiap-tiap baris pantun itu bersahaja-sahajanya terdiri daripada empat buah perkataan yang bersuku dua buah, tetapi kerap benar perkataan yang bersuku tiga, sekali-kali bersuku empat. Sepanjang persangkaanku tekanan bunyi selalu terdapat pada suku penghabisan daripada perkataan yang kedua dan yang keempat; karena itu sebaris pantun boleh dikatakan terbagi atas dua bagian. Kebiasaannya perbedaan tekanan bunyi sepasang suku tak seberapa. (…) Sebuah pantun dipandang orang Melayu bagus kalau sebuah atau beberapa perkataan daripada sebuah baris bersajak dengan perkataan pada baris yang menjadi pasangannya. Dalam pantun yang indah-indah boleh dikatakan segala perkataan pada baris yang ketiga bersajak dengan segala perkataan pada baris pertama. Begitu juga halnya baris keempat dan baris yang kedua, seperti pada contoh berikut ini.” (Balai Pustaka, 1984).
Ranggung lantaikanlah di bamban
Padi dan banto punyo buah
Tanggung dan rasakanlah di badan
Hati dan mato punyo ulah

[6] Lih. Jurnal 1885. Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkunde van Ned-Indie (Bantuan bagi Ilmu Bahasa, Ilmu Negeri, dan Bangsa-bangsa Tanah Hindia). Dalam Anwar Ridhwan dan E.U. Kratz. 2004. Hati Mesra: Pantun Melayu Sebelum 1914: Suntingan Hans Overbeck. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.