Jumat, 10 Juli 2020

PENGUASAAN KOSAKATA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS HOTS Mastery of Vocabulary on Indonesian Language Learning based on HOTS

PENGUASAAN KOSAKATA
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS HOTS
Mastery of Vocabulary on Indonesian Language Learning  based on HOTS
Sahril, Agus Mulia
Balai Bahasa Sumatera Utara
Abstract
This study aims to improve the mastery of Indonesian vocabulary skills of teachers at SMP and MTs  in Batubara District. Data collection techniques used: interviews, observation, tests, and documentation. The purpose of this study was to measure the teacher's vocabulary mastery ability. Quantitatively, the results of tests on the abilities of teachers are very alarming. Can be categorized below average. Based on the test results, only 25% obtained a value of 60 to 80. Furthermore, 35% obtained a value of 40 to 55. The remaining 40% obtained a value of 10 to 35.
Keywords: vocabulary, language learning, HOTS
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan kosakata bahasa Indonesia guru di tingkat SMP dan MTs di Kabupaten Batubara. Teknik pengumpulan data yang digunakan: wawancara, observasi, tes, dan dokumentasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kemampuan penguasaan kosakata para guru. Secara kuantitatif, hasil tes terhadap kemampuan para guru sangat memprihatinkan. Dapat dikategorikan di bawah rata-rata. Berdasarkan hasil tes hanya 25% yang memperoleh nilai 60 sampai dengan 80. Selanjutnya 35% memperoleh nilai 40 sampai dengan 55. Selebihnya 40% memperoleh nilai 10 sampai dengan 35.
Kata-kata kunci: kosakata, pembelajaran bahasa, HOTS
PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan dasar bagi pengetahuan manusia. Demikian pula pengajaran bahasa adalah inti dan dasar bagi mata pelajaran lainnya. Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasinya. Peran guru dalam hal ini dirasa sangat penting, karena untuk dapat mengembangkan pembelajaran bahasa dan mencapai hasil yang maksimal.
Perlu disadari bahwa belajar bahasa tidak akan terlepas dari belajar kosakata, penguasaan kosakata merupakan hal terpenting dalam keterampilan berbahasa, tanpa penguasaan kosakata yang memadai, maka tujuan pembelajaran bahasa tidak akan tercapai, karena semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang, semakin terampil pula ia berbahasa. Penguasaan kosakata merupakan salah satu syarat utama yang menentukan keberhasilan seseorang untuk terampil berbahasa, semakin kaya kosakata seseorang semakin besar kemungkinan seseorang untuk terampil berbahasa dan semakin mudah pula ia menyampaikan dan menerima informasi baik secara lisan, tulisan, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat.
Lenneberg (1967) menyatakan bahwa bahasa itu merupakan perilaku khusus manusia dan cara pemahaman tertentu, pengkategorian kemampuan, dan mekanisme bahasa yang lain ditentukan secara biologis. Teori Nativisme Chomsky dalam Hadley (1993:48) yang merupakan tokoh utama golongan ini mengatakan bahwasannya hanya manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa” atau LAD (Language Acquisition Device).  McNeill, dkk. (2010) mendeskripsikan LAD menjadi empat bakat bahasa. Kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan bunyi yang lain dalam lingkungannya Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam. Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tak mungkin. Kemampuan untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh. Tata bahasa anak mengacu pada tata bahasa tumpu (pivot grammar). Ujaran anak satu dua kata mula-mula merupakan perwujudan dua kelas kata terpisah dan bukan dua kata yang dilempar bersama. Kalimat –kata tumpu +kata terbuka.
Bloom (1976), penjelasan perkembangan bahasa bergantung pada penjelasan kognitif yang terselubung. Apa yang diketahui anak menentukan kode yang dipelajarinya untuk memahami pesan dan menyampaikannya.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan dengan kurikulum 2013 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat sub-aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi.
Gilstrap dan Martin (1975) menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran. Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
Diimplementasikannya kurikulum 2013 (K-13) membawa konsekuensi guru yang harus semakin berkualitas dalam melaksanaan kegiatan pembelajaran. Mengapa demikian? Karena K-13 mengamanatkan penerapan pendekatan saintifik (5M) yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/ mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Lalu optimalisasi peran guru dalam melaksanakan pembelajaran abad 21 dan HOTS (Higher Order Thinking Skills).
Penguasaan kosakata adalah kegiatan menguasai atau kemampuan memahami dan menggunakan kata-kata yang terdapat dalam suatu bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Penguasaan kosakata sangat diperlukan karena semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang, semakin mudah pula ia menyampaikan dan menerima informasi, bahkan kosakata dapat dipakai sebagai ukuran kepandaian seseorang. Kosakata yang dikuasai siswa dilihat dari penguasaan sinonim, antonim, dan makna kata. Tarigan (1993:78-79) menyatakan bahwa sinonim adalah kata-kata yang mengandung arti pusat yang sama, tetapi berbeda dengan nilai kata, antonim adalah kata lain untuk benda lain, dan makna istilah menurut Manaf (2008:73) adalah makna yang berlaku di bidang khusus, yang biasanya mengandung pengertian yang akurat.
Penambahan kosakata pada seseorang secara umum dianggap merupakan bagian terpenting. Kosakata dari suatu bahasa ada baiknya selalu mengalami perubahan dan berkembang. Sulasmi, dkk. (2013) berpendapat bahwa kosakata atau vocabulary merupakan kumpulan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa yang memberikan makna bila kita menggunakan bahasa tersebut. Kosakata adalah jumlah seluruh kata dalam suatu kalimat bahasa juga termasuk di dalamanya kemampuan kata-kata yang telah diketahui dan dapat digunakan seseorang dalam kegiatan berbicara dan menulis (Susanti, 2002).
Kridalaksana (1993:75) mendefinisikan kosakata sebagai komponen bahasa yang menuntut semua informasi tentang makna dan pemakaian kata, serta kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara atau penulis suatu bahasa.
Sementara itu Lado & Fries (1959) mengatakan bahwa kosakata adalah suatu aspek penting dalam mempelajari suatu bahasa. Mempelajari suatu bahasa berarti mempelajari kosakatanya, sebab kosakata adalah salah satu komponen dari bahasa yang tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, orang yang menguasai banyak kosakata akan lebih mudah menguasai suatu bahasa daripada orang yang tidak mempunyai banyak kosakata. Artinya, dengan menguasai banyak kosakata seseorang dapat mempelajari bahasa secara lebih mudah. Di lain pihak, Bridge & Burton‟s (1982) menerangkan bahwa kosakata yang banyak akan membantu mengekspresikan ide secara lebih jelas tanpa menggunakan banyak pengulangan kata.
Soedjito (1992:1) mendefinisikan kosakata sebagai berikut: (1) semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa; (2) kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang pembicara atau penutur; (3) kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan; (4) daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan secara singkat dan praktis.
Tarigan (1993:109) menyatakan bahwa keterampilan berbahasa seseorang tergantung pada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki seseorang semakin besar pula kemungkinan orang tersebut terampil berbahasa. Di sisi lain, Finocchiaro dan Michael (1973:188) menyatakan bahwa kosakata hanya memiliki arti bila digunakan dalam konteks pemakaiannya. Begitu pula Joe (1995) menambahkan bahwa arti suatu kata dapat diketahui melalui isyarat konteks penggunaan kata dalam kalimat.
Rivers (1972) menyatakan bahwa adalah suatu hal yang tidak mungkin mempelajari suatu bahasa tanpa mempelajari kosakatanya. Mempelajari bahasa berarti mempelajari kosakata. Artinya kosakata adalah unsur yang paling penting dalam suatu bahasa. Suatu bahasa dapat mempunyai arti karena kosakatanya.
Berdasarkan hasil penelitian di wilayah Kabupaten Batubara, memperlihatkan bahwa penguasaan kosakata guru bahasa Indonesia masih rendah terlihat pada nilai yang diperoleh saat diadakan tes terhadap 60 guru SMP dan MTs yang terdapat di Batubara.
PEMBAHASAN
Pembelajaran kosakata dalam pembelajaran bahasa Indonesia bukanlah satu-satunya elemen yang penting. Tetapi dari banyak problem yang ditemui dalam elemen-elemen pembelajaran bahasa, pada umumnya disebabkan oleh kurangnya penguasaan kosakata dari si pembelajar dan kurangnya pengetahuan dari si pembelajar untuk menempatkan kosakata dalam praktik berbahasa.
Menurut Harmer (2001) pembelajaran kosakata memerlukan interaksi aktif dengan kosakata yang dipelajari. Hal ini bisa dilakukan dengan pembelajaran kosakata yang disenangi atau diperlukan. Oleh karena itu, sangat diperlukan metode dan media pembelajaran yang bisa menciptakan suasana pembelajaran suasana pembelajaran yang membantu interaksi dengan kosakata atau konsep yang sedang dipelajari secara intensif (immersed)dan interaktif.
Menguasai kosakata bukan hanya mengetahui arti kata secara terpisah dan lepas, tetapi harus mengerti arti kata tersebut apabila sudah ada dalam kalimat maupun konteks yang lebih luas. Bahkan mampu menerapkan kata-kata tersebut dalam kalimat secara tepat baik secara lisan maupun tertulis.
Djiwandono (1996:43) mengatakan bahwa penguasaan kosakata dapat dibedakan dalam penguasaan yang aktif-produktif dan penguasaan yang pasif-represif. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa kosakata yang merupakan bagian dari penguasaan aktif-produktif sering dikenal sebagai kosakata aktif, yaitu kosakata yang dapat digunakan seorang pemakai bahasa secara wajar dan tanpa banyak kesulitan dalam mengungkapkan dirinya. Sebaliknya kosakata yang merupakan bagian dari pasif-resptif (kosakata-pasif), seorang pemakai bahasa orang lain, tanpa mampu menggunakannya sendiri secara wajar dalam ungkapan-ungkapannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata ada dua yaitu secara reseptif (pasif) dan produktif/ekspresif (aktif). Penguasaan kosakata reseptif digunakan untuk komunikasi yang bersifat menerima seperti menyimak dan membaca. Penguasaan kosakata produktif digunakan untuk komunikasi yang bersifat mengeluarkan atau menyampaikan ide kepada orang lain seperti berbicara dan menulis.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan penguasaan kosakata bahasa Indonesia untuk 60 guru SMP dan MTs se-Kabupaten Batubara. Ada dua puluh kosakata asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia yang menjadi bahan tes untuk para guru tersebut. Adapun kosakata tersebut, yaitu: noise, outsourcing, server, microphone, babysitter, preview, domain, hyperlink-link, crack, branding, peat, gadget, online, offline, wireless, hacker, porter, contact person, update, dan network.
Berdasarkan jawaban para guru SMP dan MTs tersebut hanya 15 guru atau (25%) yang memperoleh nilai 60 sampai dengan 80. Selanjutnya 21 guru atau (35%) yang memperoleh nilai 40 sampai dengan 55. Selebihnya 24 guru atau (40%) memperoleh nilai 10 sampai dengan 35.
Hasil Tes Guru Bahasa Indonesia Tingkat SMP dan MTs
No.
Umur
L/P
Asal Sekolah
Benar
Salah
Skor
1
38
P
MAS YAPI Sipare-pare
16
4
80
2
42
P
SMPN 1 Lima Puluh
16
4
80
3
38
P
SMPN 4 Medang Deras
15
5
75
4
44
P
SMPN 1 Lima Puluh
15
5
75
5
23
P
SMP IT Al-Ihya Tanjung Gading
14
6
70
6
32
L
SMPN 1 Lima Puluh
14
6
70
7
27
P
MTS Al Irsyad Pakam
14
6
70
8
24
P
SMPNS IT Fatahillah Sei Balai
14
6
70
9
30
P
SMP Swasta Methodist
13
7
65
10
28
P
SMPS Pahlawan
13
7
65
11
49
L
SMPN 3 Talawi
13
7
65
12
40
P
SMPN 3 Sei Suka
13
7
65
13
32
P
SMPS Daerah Sei Bejangkar
12
8
60
14
45
P
SMP Tirta Suwita
12
8
60
15
25
P
MTSN Lima Puluh
12
8
60
16
44
L
SMPN 2 Lima Puluh
11
9
55
17
35
P
SMPN 2 Talawi
11
9
55
18
29
P
MTS AW Desa Pakam
11
9
55
19
30
P
SMPS Sepakat
11
9
55
20
38
P
SMPN 4 Lima Puluh
11
9
55
21
27
P
SMPN 5 Medang Deras
11
9
55
22
29
P
SMPS Bina Bangsa
11
9
55
23
37
P
SMPS Syuhada
10
10
50
24
24
P
MTS Amalun Ikhlas
10
10
50
25
50
P
MTS AW Tanjung Kubah
10
10
50
26
52
P
SMPN 1 Tanjung Tiram
10
10
50
27
58
P
SMP Kristen Pagurawan
9
11
45
28
29
L
SMPN 5 Air Putih
9
11
45
29
53
P
SMPS AW 6 AP
9
11
45
30
33
P
MTS AW Simpang Gambus
9
11
45
31
56
P
SMPN 1 Medang Deras
9
11
45
32
30
P
SMPN 2 Sei Balai
8
12
40
33
42
P
SMPN 2 Tanjung Tiram
8
12
40
34
42
P
MTS AW Perupuk
8
12
40
35
28
P
SMPS IT Guntung
8
12
40
36
54
P
SMPN 4 Air Putih
8
12
40
37
24
P
SMPN 4 Tanjung Tiram
7
13
35
38
45
P
SMPN 3 Air Putih
7
13
35
39
47
P
SMPN 3 Lima Puluh
7
13
35
40
35
P
MTS AW Perupuk
7
13
35
41
32
P
SMPS Cipto Mangkai Baru
7
13
35
42
39
L
MTSN Batubara
7
13
35
43
49
P
SMPN 1 Lima Puluh
6
14
30
44
25
P
MTS Al Munawwarah
6
14
30
45
48
P
MTS AW Bulan-bulan
5
15
25
46
38
P
SMPN 2 Medan Deras
5
15
25
47
49
P
SMPN 2 Medan Deras
5
15
25
48
24
P
SMPS Karya Bakti
5
15
25
49
35
P
SMPN 1 Sei Suka
5
15
25
50
56
P
SMPN 1 Air Putih
5
15
25
51
28
P
SMPN 5 Tanjung Tiram
5
15
25
52
48
P
SMPN 1 Talawi
5
15
25
53
59
P
SMPN 1 Sei Suka
5
15
25
54
37
P
SMPN 1 Talawi
5
15
25
55
30
P
SMP Taman Siswa
4
16
20
56
27
P
MTS YPK Sidomulyo
4
16
20
57
32
P
SMPN 2 Sei Suka
4
16
20
58
50
P
MTS AW Kedai Sianam
3
17
15
59
47
L
SMPN 3 Tanjung Tiram
2
18
10
60
50
P
MTS AW Kedai Sianam
2
18
10
Melihat data mengenai hasil yang diperoleh oleh guru di atas, maka sulit untuk mengembangkan pembelajaran yang bersifat HOTS. Menurut Sukmadinata (2004:101) pembelajaran adalah upaya untuk mengembangkan potensi, kecakapan, dan kepribadian siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson (dalam Oliva, 1992: 10) yang menyatakan (instruction) as the interaction between a teaching agent and one or more individuals intending to learn. Hamalik (2000:57) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya.
Perkembangan bahasa Indonesia tampak dalam jumlah kosakatanya. Hal ini terlihat dari jumlah entri dalam kamus bahasa Indonesia yang terus bertambah. Masuknya beberapa kosakata baru dari bahasa asing seiring perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan saat ini. Sebagian sumber pengetahuan teknologi berasal dari barat dan menggunakan bahasa asing. Fenomena ini sulit untuk dihindari. Perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia harus mampu  beriringan dengan perkembangan teknologi. Jika tidak sejalan, niscaya bahasa Indonesia akan  terkikis oleh maraknya gempuran penggunaan kata-kata asing. Saat ini, masyarakat Indonesia cukup banyak menggunakan kata-kata yang diambil dari bahasa asing dalam berkomunikasi sehari-hari. Kata-kata tersebut dapat dijumpai  diberbagai situasi dan kondisi.
Di antara kosakata baru itu, misalnya: Gawai = gadget. Pramusiwi = babysitter.  Tetikus = mouse. Warganet = warga internet = netizen. Belum ada di KBBI V. Pranala = hyperlink. Daring dan luring = dalam jaringan dan luar jaringan = online dan offline. Swafoto = selfie. Peladen = server. Entri "server" sudah ada. Komedi tunggal = stand-up comedy. Akronim "komtung". Saltik = salah tik = typo. Belum ada di KBBI V. Pratayang = preview. Portofon = handy talkie (HT). Takaluf = (ks) mengutamakan formalitas sampai menyulitkan diri sendiri. Candala = (ks) rendah, merasa rendah diri. Wasana = (ks) kekuatan bawah sadar yang mempengaruhi karakter. Wiyata = (kb) pendidikan, pengajaran. Meraki = (ks) melakukan sesuatu dengan cinta, kreativitas dan sepenuh daya. Birai = (kb) dinding berukuran rendah di tepi jembatan atau tangga. Pancarona = (kb) beragam warna, pancawarna. Candramawa = (ks) hitam bercampur putih. Klandestin = (ks) secara diam-diam, secara rahasia. Serendipiti = (ks) menemukan sesuatu yang menyenangkan saat tidak bermaksud mencarinya. Mudita = (kb) perasaan bahagia melihat kebahagiaan / kesuksesan orang lain. Dersik = (kb) desir angin. Eunoia = (kb) pemikiran yang indah, pikiran yang baik. Risak = (kk) mengusik, mengganggu. Petrikor = (kb) aroma harum tanah kering saat terkena hujan. Abhati = (kb) cahaya agung, cahaya suci. Kulacino = (kb) bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Panasea = (kb) obat / remedy bagi semua penyakit atau kesulitan. Efemeral = (ks) tidak kekal, hanya bersifat sesaat. Sangkil = (ks) efisien, berdaya guna. Lakuna = (kb) ruang kosong, bagian yang hilang. Taklif = (kk) menyerahkan beban, tugas, kewajiban, yang sangat berat. Gorilya = (kb) pencuri, maling, pencoleng. Mangata = (kb) bayangan bulan di air yang berbentuk seperti jalan. Halai-balai = (ks) kusut, tak karuan, terlantar. Cerawat = Mercon/ kembang api. E-dagang = Kegiatan perdagangan secara online. Rasuah = Pemberian untuk menyogok (menyuap); uang sogok (suap). Renjana = Rasa hati yg kuat (rindu, cinta kasih, berahi, dsb). Teroka (meneroka) = Membuka daerah atau tanah baru (untuk sawah, ladang, dsb); merintis; menjelajahi. Tulat = Hari ketiga dari sekarang (hari sesudah lusa). Tubin = Hari keempat dari sekarang (hari sesudah tulat). Sepai = (kk) berpecah menjadi kecil dan berserak kemana-mana.
Kemampuan belajar berpikir (learn to think) dan bagaimana belajar (how to learn) melalui pengalaman belajarnya (learning experience) merupakan upaya kompleks yang harus dilakukan oleh siswa. Pembelajaran di SD, misalnya saat ini lebih menekankan pada penggunaan Lower Order Thingking Skills (LOTS) atau kemampuan berpikir tingkat rendah yang hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan faktual yang alternatif jawabannya hanya satu dan biasanya jawaban tersebut berupa sesuatu yang dapat ditemukan langsung di buku atau hapalan, seperti pertanyaan Siapa? Kapan? Di mana? Hal ini kurang sejalan dengan tujuan dan prinsip pembelajaran tematik terpadu (Suhaya, 2014), namun bukan berarti kemampuan berpikir tingkat rendah ini harus dihilangkan. Kemampuan berpikir tingkat rendah ini harus dikembangkan karena kemampuan berpikir tingkat rendah merupakan perantara untuk mencapai kemampuan berpikir yang lebih tinggi.
HOTS selain relevan dengan tematik terpadu, HOTS juga memiliki korelasi yang tidak dapat dipisahkan dengan pendekatan scientific. Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan scientific (meliputi: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran) (Sudarwan, 2013).
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang paling utama adalah tentang penguasaan kosakata. Bahkan penguasaan kosakata ini juga menyangkut terhadap mata pelajaran lain yang diajarkan di  sekolah.
Komponen-komponen penting dalam mengajar menggunakan pendekatan scientific (Qu, dkk., 2009): a. menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (foster a sense of wonder); b. meningkatkan keterampilan mengamati (encourage observation); c. melakukan analisis (push for analysis); dan d. berkomunikasi (require communication).
Pendekatan saintifik ini biasanya tampak jelas ketika siswa terlibat dalam model pembelajaran tertentu, seperti (1) Project Based Learning, (2) Problem Based Learning, atau (3) Discovery Learning. Model pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran penemuan, dengan cara mengekplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Hal ini sesuai dengan teori belajar bermakna (meaningful learning theory) yang di kemukakan oleh David Ausubel.
Thomas dan Glenda (2009) menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekadar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu diceritakan kepada kita. Pada saat seseorang menghafalkan dan menyampaikan kembali informasi tersebut tanpa harus memikirkannya, disebut memori hafalan (rote memory). Orang tersebut tak berbeda dengan robot, bahkan ia melakukan apapun yang diprogram dilakukannya, sehingga ia juga tidak dapat berpikir untuk dirinya sendiri. Berpikir tingkat tinggi secara singkat dapat dikatakan sebagai pencapaian berpikir kepada pemikiran tingkat tinggi dari sekadar pengulangan fakta-fakta. Berpikir tingkat tinggi mengharuskan kita melakukan sesuatu atas fakta-fakta. Kita harus memahamnya, menghubungkan satu sama lainnya, mengkategorikan, memanipulasi, menempatkannya bersama-sama dengan cara-cara baru, dan menerapkannya dalam mencari solusi baru terhadap persoalan-persoalan baru.
Pencarian fakta-fakta atau upaya dalam mengatasi persoalan-persoalan baru dapat tempuh melalui cara-cara ilmiah yang tentu saja diperoleh melalui HOTS dengan cara observasi, trial and error, eksperimen, metode statistik, metode sampling dan metode berpikir reflektif (Titus, 1956:79-85). Di sinilah pentingnya dalam hal penguasaan kosakata. Bagaimana, kita mampu menemukan fakta-fakta yang diperlukan, jika kemampuan penguasaan kosakata kita terbatas.
Implementasi Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam pembelajaran merupakan salah satu bentuk dari learn to think. HOTS dapat dilakukan dalam empat tahap yakni organisational thinking (pengorganisasian berpikir), analytical thinking (berpikir analitis), evaluative thinking (berpikir evaluatif) dan creative thinking (berpikir kreatif). Kesemuanya ini memerlukan penguasaan kosakata.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Anderson da Krathwohl (2001) bahwa proses berpikir itu dinamis, sehingga harus dinyatakan menggunakan kata kerja dan perlu melakukan revisi terhadap taksonomi tersebut. Saran lain adalah adanya perubahan dimensi dari proses berpikir menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Untuk dimensi pengetahuan mereka memperkenalkan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif untuk setiap level proses berpikir. Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Boom yang telah disempurnakan oleh Anderwon & Krathwohl (2001) terdiri atas kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2), menerapkan (applying-C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C).
Indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi menurut Krathwohl (2002) meliputi analisis, mengevaluasi, dan mengkreasi. Analisis meliputi: (1) Analisis informasi yang masuk kemudian menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola dan hubungannya; (2) Mengenali dan membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario; dan (3) Mengidetifikasi/merumuskan pertanyaan. Mengevaluasi meliputi; (1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitasnya; (2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian, dan (3) Menerima atau menolak suatu pernyatan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan mengkreasi meliputi; (1) Membuat generalisasi suatu idea atau cara pandang terhadap sesuatu, (2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah; dan (3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.


SIMPULAN
Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan standar HOTS dapat tercapai apabila seorang guru mampu menguasai kosakata baru yang sulit diketahui oleh peserta didik. Hal ini merupakan kunci utama untuk pembelajaran yang kontekstual dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran tematik integratif yang sesuai dengan pembelajaran kontekstual dan bermakma karena pembelajaran tematik menggunakan tema sehingga lebih mudah dipelajari peserta didik apabila hadirnya kosakata baru dapat dipahami.
Pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia dengan penguasaan kosakata berbasis HOTS akan memberikan beberapa keuntungan bagi peserta didik, antara lain: informasi yang dipelajari dan diproses melalui proses berpikir tingkat tinggi menguatkan ingatan terhadap informasi tersebut, dan lebih jelas dibandingkan dengan informasi yang diproses dengan LOTS (Low Order Thinking Skills), misalnya menghafal. Sebagai contoh menghafalkan rumus dengan menjelaskan penurunan rumus atau perbedaan antara mengingat definisi suatu kata baru dengan menginternalisasi strategi. Dengan pembelajaran HOTS peserta didik tidak hanya menghafal tetapi juga memahami dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Guru-guru di tingkat SMP dan MTs di Batubara perlu meningkatkan wawasannya dalam hal penfguasaan kosakata baru bahasa Indonesia, sehingga apa yang menjadi standar dalam pembelajaran berbasis HOTS dapat dengan mudah disampaikan kepada peserta didik.
REFERENSI
Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, TEahing, and Assessing. New York: Addison Wesley Longman Inc.
Basiran, Mokh. (1999). Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994? Yogyakarta: Depdikbud.
Bloom, S. L. (1976). Varieties of ordered algebras. Journal of Computer and System Sciences13(2), 200–212.
Djiwandono, M. S. (1996). Tes bahasa dalam pengajaran. ITB Bandung.
Finocchiaro, Mary and Michael Bonomo. (1973). The Foreign Language Learner: A Guide for teacher. New York: Regent Publishing Company,Inc.
Gilstrap dan Martin. (1975). Current Strategies for Teachers. California: Goodyear Publishing Company,Inc.
Hadley, Alice Omaggio. (1993). Teaching Language in Context. Boston: Heinle and Heinle, 1993. Pp. xi + 532.
Hamalik, Oemar. (2000). Psikologi Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Sinar Baru Algensindo.
Harmer, J. (2001). The practice of English language teaching. London/New York. ELT Journal Volume 57/4 October 2003 ©Oxford University Press.
Joe, A. (1995). ‘Text-based tasks and incidental vocabulary learning’. Second Language Research, 11: 149–58.
Krathwool, D. R. (2002). A Revision of Bloom Taxonomy: an Overview. Theory in To Practices, 41 (4):213-218.
Kridalaksana, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik. Jakartra: Gramedia Pustaka Utama.
Lado, R., & Fries, C. C. (Eds.). (1959). Lessons in vocabulary (Vol. 4). University of Michigan Press.
Lenneberg, E. H. 1967. Biological Foundation of Language. New York: Wiley.
Manaf, N. A. (2008). Semantik: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina Offset.
McNeil, M. J., Porter, R. B., Williams, L. A., & Rainford, L. (2010). Chemical composition and antimicrobial activity of the essential oils from Cleome spinosa. Natural product communications, 5(8), 1934578X1000500833.
Oliva, J.M., Azcarate, P., & Navarrate, A. (2007). Teaching models in the use of analogies as a resource in the science classroom. International Journal of Science Education, 29(1), 45-66.
Qu, R., Burke, E. K., McCollum, B., Merlot, L. T., & Lee, S. Y. (2009). A survey of search methodologies and automated system development for examination timetabling. Journal of scheduling, 12(1), 55-89.
Rivers, W. M. (1972). Speaking in many tongues: Essays in foreign-language teaching. Expanded 2nd Edition. ERIC Number: ED146790, 280.
Soedjito. (1992). Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudarwan, P. (2013). Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran. Makalah pada Workshop Kurikulum, Jakarta.
Suhaya, Pembelajaran dan Penilaian di Sekolah Dasar [Online]. Tersedia: http://suhayasip.blogspot.co.id/2014/10/ pembelajaran-dan-penilaian.html (diunduh, 24 Mei 2019).
Sukmadinata, N.S. & Syaodih, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi.  Bandung: Yayasan Kesuma Karya.
Sulasmi, N., Suyanto, E., & Samhati, S. (2013). Hubungan Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Menyusun Kalimat Efektif dengan Keterampilan Menulis Eksposisi. J-SIMBOL (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya), 1(1).
Susanti, R. (2002). Penguasaan kosakata dan kemampuan membaca bahasa inggris. Jurnal pendidikan penabur, 1(1), 87-93.
Tarigan, H. G. (1993). Pengantar Kosakata. Bandung: Angkasa.
Thomas, Alice and Thorne, Glenda, (2009) How to Increase Higher Level Thinking [Online]. Tersedia: http://www.cdl.org/articles/how-to-increase-high-order-thinking/ (diunduh, 24 Mei 2019).

Titus, H Harold. (1959), Living Issues in Philosophy. New York: American Book.