PENGUASAAN KOSAKATA
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS HOTS
Mastery of Vocabulary on
Indonesian Language Learning based on HOTS
Sahril, Agus Mulia
Balai Bahasa Sumatera Utara
Abstract
This study aims to improve the
mastery of Indonesian vocabulary skills of teachers at SMP and MTs in Batubara District. Data collection
techniques used: interviews, observation, tests, and documentation. The purpose
of this study was to measure the teacher's vocabulary mastery ability.
Quantitatively, the results of tests on the abilities of teachers are very
alarming. Can be categorized below average. Based on the test results, only 25%
obtained a value of 60 to 80. Furthermore, 35% obtained a value of 40 to 55.
The remaining 40% obtained a value of 10 to 35.
Keywords: vocabulary, language learning,
HOTS
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan penguasaan kosakata bahasa Indonesia guru di tingkat SMP
dan MTs di Kabupaten Batubara. Teknik pengumpulan data yang digunakan:
wawancara, observasi, tes,
dan dokumentasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kemampuan
penguasaan kosakata para guru. Secara kuantitatif, hasil tes terhadap kemampuan
para guru sangat memprihatinkan. Dapat dikategorikan di bawah rata-rata.
Berdasarkan hasil tes hanya 25% yang memperoleh nilai 60 sampai dengan 80.
Selanjutnya 35% memperoleh nilai 40 sampai dengan 55. Selebihnya 40% memperoleh
nilai 10 sampai dengan 35.
Kata-kata kunci: kosakata, pembelajaran bahasa, HOTS
PENDAHULUAN
Dalam dunia
pendidikan, bahasa merupakan dasar bagi pengetahuan manusia. Demikian pula
pengajaran bahasa adalah inti dan dasar bagi mata pelajaran lainnya.
Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa
berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis dengan pihak lain
sesuai dengan konteks dan situasinya. Peran guru dalam hal ini dirasa sangat
penting, karena untuk dapat mengembangkan pembelajaran bahasa dan mencapai
hasil yang maksimal.
Perlu disadari
bahwa belajar bahasa tidak akan terlepas dari belajar kosakata, penguasaan
kosakata merupakan hal terpenting dalam keterampilan berbahasa, tanpa
penguasaan kosakata yang memadai, maka tujuan pembelajaran bahasa tidak akan
tercapai, karena semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang, semakin
terampil pula ia berbahasa. Penguasaan kosakata merupakan salah satu syarat
utama yang menentukan keberhasilan seseorang untuk terampil berbahasa, semakin
kaya kosakata seseorang semakin besar kemungkinan seseorang untuk terampil
berbahasa dan semakin mudah pula ia menyampaikan dan menerima informasi baik
secara lisan, tulisan, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat.
Lenneberg (1967) menyatakan bahwa bahasa itu
merupakan perilaku khusus manusia dan cara pemahaman tertentu, pengkategorian
kemampuan, dan mekanisme bahasa yang lain ditentukan secara biologis. Teori
Nativisme Chomsky dalam Hadley (1993:48) yang merupakan tokoh utama golongan
ini mengatakan bahwasannya hanya manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang
dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal. Chomsky juga menyatakan bahwa
setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya
“alat penguasaan bahasa” atau LAD (Language Acquisition Device). McNeill,
dkk. (2010) mendeskripsikan
LAD menjadi empat bakat bahasa. Kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan bunyi
yang lain dalam lingkungannya Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke
dalam variasi yang beragam. Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang
mungkin dan sistem yang lain yang tak mungkin. Kemampuan untuk tetap
mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin
dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh. Tata
bahasa anak mengacu pada tata bahasa tumpu (pivot grammar). Ujaran anak
satu dua kata mula-mula merupakan perwujudan dua kelas kata terpisah dan bukan
dua kata yang dilempar bersama. Kalimat –kata tumpu +kata terbuka.
Bloom (1976), penjelasan perkembangan bahasa
bergantung pada penjelasan kognitif yang terselubung. Apa yang diketahui anak
menentukan kode yang dipelajarinya untuk memahami pesan dan menyampaikannya.
Belajar bahasa pada
hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik
lisan maupun tulis. Hal ini relevan dengan kurikulum 2013 bahwa kompetensi pebelajar bahasa
diarahkan ke dalam empat sub-aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh
karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi
pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian
tujuan belajar dapat terpenuhi.
Gilstrap dan Martin
(1975) menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan
pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan
strategi pembelajaran. Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran
(1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi.
Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir,
menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu
dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
Diimplementasikannya kurikulum 2013 (K-13)
membawa konsekuensi guru yang harus semakin berkualitas dalam melaksanaan
kegiatan pembelajaran. Mengapa demikian? Karena K-13 mengamanatkan penerapan
pendekatan saintifik (5M) yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar/ mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Lalu optimalisasi
peran guru dalam melaksanakan pembelajaran abad 21 dan HOTS (Higher Order Thinking Skills).
Penguasaan kosakata
adalah kegiatan menguasai atau kemampuan memahami dan menggunakan kata-kata
yang terdapat dalam suatu bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Penguasaan
kosakata sangat diperlukan karena semakin banyak kosakata yang dimiliki
seseorang, semakin mudah pula ia menyampaikan dan menerima informasi, bahkan
kosakata dapat dipakai sebagai ukuran kepandaian seseorang. Kosakata yang
dikuasai siswa dilihat dari penguasaan sinonim, antonim, dan makna kata.
Tarigan (1993:78-79) menyatakan bahwa sinonim adalah kata-kata yang mengandung
arti pusat yang sama, tetapi berbeda dengan nilai kata, antonim adalah kata
lain untuk benda lain, dan makna istilah menurut Manaf (2008:73) adalah makna
yang berlaku di bidang khusus, yang biasanya mengandung pengertian yang akurat.
Penambahan kosakata pada seseorang secara umum
dianggap merupakan bagian terpenting. Kosakata dari suatu bahasa ada baiknya
selalu mengalami perubahan dan berkembang. Sulasmi,
dkk. (2013) berpendapat
bahwa kosakata atau vocabulary merupakan kumpulan kata yang dimiliki
oleh suatu bahasa yang memberikan makna bila kita menggunakan bahasa tersebut.
Kosakata adalah jumlah seluruh kata dalam suatu kalimat bahasa juga termasuk di
dalamanya kemampuan kata-kata yang telah diketahui dan dapat digunakan
seseorang dalam kegiatan berbicara dan menulis (Susanti, 2002).
Kridalaksana
(1993:75) mendefinisikan kosakata sebagai komponen bahasa yang menuntut semua
informasi tentang makna dan pemakaian kata, serta kekayaan kata yang dimiliki
seorang pembicara atau penulis suatu bahasa.
Sementara itu Lado
& Fries (1959) mengatakan bahwa kosakata adalah suatu aspek penting dalam
mempelajari suatu bahasa. Mempelajari suatu bahasa berarti mempelajari
kosakatanya, sebab kosakata adalah salah satu komponen dari bahasa yang tidak
dapat dipisahkan dari pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, orang yang
menguasai banyak kosakata akan lebih mudah menguasai suatu bahasa daripada
orang yang tidak mempunyai banyak kosakata. Artinya, dengan menguasai banyak
kosakata seseorang dapat mempelajari bahasa secara lebih mudah. Di lain pihak,
Bridge & Burton‟s (1982) menerangkan bahwa kosakata yang banyak akan
membantu mengekspresikan ide secara lebih jelas tanpa menggunakan banyak
pengulangan kata.
Soedjito (1992:1)
mendefinisikan kosakata sebagai berikut: (1) semua kata yang terdapat dalam
suatu bahasa; (2) kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang pembicara atau
penutur; (3) kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan; (4) daftar
kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan secara singkat dan praktis.
Tarigan (1993:109)
menyatakan bahwa keterampilan berbahasa seseorang tergantung pada kuantitas dan
kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki
seseorang semakin besar pula kemungkinan orang tersebut terampil berbahasa. Di
sisi lain, Finocchiaro dan Michael (1973:188) menyatakan bahwa kosakata hanya
memiliki arti bila digunakan dalam konteks pemakaiannya. Begitu pula Joe (1995)
menambahkan bahwa arti suatu kata dapat diketahui melalui isyarat konteks
penggunaan kata dalam kalimat.
Rivers (1972)
menyatakan bahwa adalah suatu hal yang tidak mungkin mempelajari suatu bahasa
tanpa mempelajari kosakatanya. Mempelajari bahasa berarti mempelajari kosakata.
Artinya kosakata adalah unsur yang paling penting dalam suatu bahasa. Suatu
bahasa dapat mempunyai arti karena kosakatanya.
Berdasarkan hasil
penelitian di wilayah Kabupaten Batubara, memperlihatkan bahwa penguasaan
kosakata guru bahasa Indonesia masih rendah terlihat pada nilai yang diperoleh
saat diadakan tes terhadap 60 guru SMP dan MTs yang terdapat di Batubara.
PEMBAHASAN
Pembelajaran kosakata dalam pembelajaran bahasa Indonesia
bukanlah satu-satunya elemen yang penting. Tetapi dari banyak problem yang
ditemui dalam elemen-elemen pembelajaran bahasa, pada umumnya disebabkan oleh
kurangnya penguasaan kosakata dari si pembelajar dan kurangnya pengetahuan dari
si pembelajar untuk menempatkan kosakata dalam praktik berbahasa.
Menurut Harmer (2001) pembelajaran kosakata memerlukan
interaksi aktif dengan kosakata yang dipelajari. Hal ini bisa dilakukan dengan
pembelajaran kosakata yang disenangi atau diperlukan. Oleh karena itu, sangat
diperlukan metode dan media pembelajaran yang bisa menciptakan suasana
pembelajaran suasana pembelajaran yang membantu interaksi dengan kosakata atau
konsep yang sedang dipelajari secara intensif (immersed)dan interaktif.
Menguasai kosakata bukan hanya mengetahui arti kata secara
terpisah dan lepas, tetapi harus mengerti arti kata tersebut apabila sudah ada
dalam kalimat maupun konteks yang lebih luas. Bahkan mampu menerapkan kata-kata
tersebut dalam kalimat secara tepat baik secara lisan maupun tertulis.
Djiwandono (1996:43) mengatakan bahwa penguasaan kosakata
dapat dibedakan dalam penguasaan yang aktif-produktif dan penguasaan yang
pasif-represif. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa kosakata yang merupakan bagian
dari penguasaan aktif-produktif sering dikenal sebagai kosakata aktif, yaitu
kosakata yang dapat digunakan seorang pemakai bahasa secara wajar dan tanpa
banyak kesulitan dalam mengungkapkan dirinya. Sebaliknya kosakata yang merupakan
bagian dari pasif-resptif (kosakata-pasif), seorang pemakai bahasa orang lain,
tanpa mampu menggunakannya sendiri secara wajar dalam ungkapan-ungkapannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata
ada dua yaitu secara reseptif (pasif) dan produktif/ekspresif (aktif).
Penguasaan kosakata reseptif digunakan untuk komunikasi yang bersifat menerima
seperti menyimak dan membaca. Penguasaan kosakata produktif digunakan untuk
komunikasi yang bersifat mengeluarkan atau menyampaikan ide kepada orang lain
seperti berbicara dan menulis.
Berdasarkan hasil penelitian
terhadap kemampuan penguasaan kosakata bahasa Indonesia untuk 60 guru SMP dan
MTs se-Kabupaten Batubara. Ada dua puluh kosakata asing yang sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia yang menjadi bahan tes untuk para guru
tersebut. Adapun kosakata tersebut, yaitu: noise,
outsourcing, server, microphone, babysitter, preview, domain, hyperlink-link,
crack, branding, peat, gadget, online, offline, wireless, hacker, porter,
contact person, update, dan network.
Berdasarkan jawaban para guru SMP dan MTs tersebut
hanya 15 guru atau (25%) yang memperoleh nilai 60 sampai dengan 80. Selanjutnya
21 guru atau (35%) yang memperoleh nilai 40 sampai dengan 55. Selebihnya 24
guru atau (40%) memperoleh nilai 10 sampai dengan 35.
Hasil
Tes Guru Bahasa Indonesia Tingkat SMP dan MTs
No.
|
Umur
|
L/P
|
Asal
Sekolah
|
Benar
|
Salah
|
Skor
|
1
|
38
|
P
|
MAS YAPI Sipare-pare
|
16
|
4
|
80
|
2
|
42
|
P
|
SMPN 1 Lima Puluh
|
16
|
4
|
80
|
3
|
38
|
P
|
SMPN 4 Medang Deras
|
15
|
5
|
75
|
4
|
44
|
P
|
SMPN 1 Lima Puluh
|
15
|
5
|
75
|
5
|
23
|
P
|
SMP IT Al-Ihya Tanjung Gading
|
14
|
6
|
70
|
6
|
32
|
L
|
SMPN 1 Lima Puluh
|
14
|
6
|
70
|
7
|
27
|
P
|
MTS Al Irsyad Pakam
|
14
|
6
|
70
|
8
|
24
|
P
|
SMPNS IT Fatahillah Sei Balai
|
14
|
6
|
70
|
9
|
30
|
P
|
SMP Swasta Methodist
|
13
|
7
|
65
|
10
|
28
|
P
|
SMPS Pahlawan
|
13
|
7
|
65
|
11
|
49
|
L
|
SMPN 3 Talawi
|
13
|
7
|
65
|
12
|
40
|
P
|
SMPN 3 Sei Suka
|
13
|
7
|
65
|
13
|
32
|
P
|
SMPS Daerah Sei Bejangkar
|
12
|
8
|
60
|
14
|
45
|
P
|
SMP Tirta Suwita
|
12
|
8
|
60
|
15
|
25
|
P
|
MTSN Lima Puluh
|
12
|
8
|
60
|
16
|
44
|
L
|
SMPN 2 Lima Puluh
|
11
|
9
|
55
|
17
|
35
|
P
|
SMPN 2 Talawi
|
11
|
9
|
55
|
18
|
29
|
P
|
MTS AW Desa Pakam
|
11
|
9
|
55
|
19
|
30
|
P
|
SMPS Sepakat
|
11
|
9
|
55
|
20
|
38
|
P
|
SMPN 4 Lima Puluh
|
11
|
9
|
55
|
21
|
27
|
P
|
SMPN 5 Medang Deras
|
11
|
9
|
55
|
22
|
29
|
P
|
SMPS Bina Bangsa
|
11
|
9
|
55
|
23
|
37
|
P
|
SMPS Syuhada
|
10
|
10
|
50
|
24
|
24
|
P
|
MTS Amalun Ikhlas
|
10
|
10
|
50
|
25
|
50
|
P
|
MTS AW Tanjung Kubah
|
10
|
10
|
50
|
26
|
52
|
P
|
SMPN 1 Tanjung Tiram
|
10
|
10
|
50
|
27
|
58
|
P
|
SMP Kristen Pagurawan
|
9
|
11
|
45
|
28
|
29
|
L
|
SMPN 5 Air Putih
|
9
|
11
|
45
|
29
|
53
|
P
|
SMPS AW 6 AP
|
9
|
11
|
45
|
30
|
33
|
P
|
MTS AW Simpang Gambus
|
9
|
11
|
45
|
31
|
56
|
P
|
SMPN 1 Medang Deras
|
9
|
11
|
45
|
32
|
30
|
P
|
SMPN 2 Sei Balai
|
8
|
12
|
40
|
33
|
42
|
P
|
SMPN 2 Tanjung Tiram
|
8
|
12
|
40
|
34
|
42
|
P
|
MTS AW Perupuk
|
8
|
12
|
40
|
35
|
28
|
P
|
SMPS IT Guntung
|
8
|
12
|
40
|
36
|
54
|
P
|
SMPN 4 Air Putih
|
8
|
12
|
40
|
37
|
24
|
P
|
SMPN 4 Tanjung Tiram
|
7
|
13
|
35
|
38
|
45
|
P
|
SMPN 3 Air Putih
|
7
|
13
|
35
|
39
|
47
|
P
|
SMPN 3 Lima Puluh
|
7
|
13
|
35
|
40
|
35
|
P
|
MTS AW Perupuk
|
7
|
13
|
35
|
41
|
32
|
P
|
SMPS Cipto Mangkai Baru
|
7
|
13
|
35
|
42
|
39
|
L
|
MTSN Batubara
|
7
|
13
|
35
|
43
|
49
|
P
|
SMPN 1 Lima Puluh
|
6
|
14
|
30
|
44
|
25
|
P
|
MTS Al Munawwarah
|
6
|
14
|
30
|
45
|
48
|
P
|
MTS AW Bulan-bulan
|
5
|
15
|
25
|
46
|
38
|
P
|
SMPN 2 Medan Deras
|
5
|
15
|
25
|
47
|
49
|
P
|
SMPN 2 Medan Deras
|
5
|
15
|
25
|
48
|
24
|
P
|
SMPS Karya Bakti
|
5
|
15
|
25
|
49
|
35
|
P
|
SMPN 1 Sei Suka
|
5
|
15
|
25
|
50
|
56
|
P
|
SMPN 1 Air Putih
|
5
|
15
|
25
|
51
|
28
|
P
|
SMPN 5 Tanjung Tiram
|
5
|
15
|
25
|
52
|
48
|
P
|
SMPN 1 Talawi
|
5
|
15
|
25
|
53
|
59
|
P
|
SMPN 1 Sei Suka
|
5
|
15
|
25
|
54
|
37
|
P
|
SMPN 1 Talawi
|
5
|
15
|
25
|
55
|
30
|
P
|
SMP Taman Siswa
|
4
|
16
|
20
|
56
|
27
|
P
|
MTS YPK Sidomulyo
|
4
|
16
|
20
|
57
|
32
|
P
|
SMPN 2 Sei Suka
|
4
|
16
|
20
|
58
|
50
|
P
|
MTS AW Kedai Sianam
|
3
|
17
|
15
|
59
|
47
|
L
|
SMPN 3 Tanjung Tiram
|
2
|
18
|
10
|
60
|
50
|
P
|
MTS AW Kedai Sianam
|
2
|
18
|
10
|
Melihat data mengenai hasil yang diperoleh oleh guru di
atas, maka sulit untuk mengembangkan pembelajaran yang bersifat HOTS. Menurut
Sukmadinata (2004:101) pembelajaran adalah upaya untuk mengembangkan potensi,
kecakapan, dan kepribadian siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson (dalam
Oliva, 1992: 10) yang menyatakan (instruction)
as the interaction between a teaching
agent and one or more individuals intending to learn. Hamalik (2000:57)
mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya adalah
proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi
dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita
semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat
tercapai secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab
apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya.
Perkembangan bahasa Indonesia
tampak dalam jumlah kosakatanya. Hal ini terlihat dari jumlah entri dalam kamus
bahasa Indonesia yang terus bertambah. Masuknya beberapa kosakata baru dari
bahasa asing seiring perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan saat
ini. Sebagian sumber pengetahuan teknologi berasal dari barat dan menggunakan
bahasa asing. Fenomena ini sulit untuk dihindari. Perkembangan bahasa,
khususnya bahasa Indonesia harus mampu beriringan dengan perkembangan
teknologi. Jika tidak sejalan, niscaya bahasa Indonesia akan terkikis
oleh maraknya gempuran penggunaan kata-kata asing. Saat ini, masyarakat
Indonesia cukup banyak menggunakan kata-kata yang diambil dari bahasa asing
dalam berkomunikasi sehari-hari. Kata-kata tersebut dapat dijumpai
diberbagai situasi dan kondisi.
Di antara kosakata baru itu, misalnya:
Gawai = gadget. Pramusiwi = babysitter. Tetikus = mouse. Warganet = warga
internet = netizen. Belum ada di KBBI V. Pranala = hyperlink. Daring
dan luring = dalam jaringan dan luar jaringan = online dan offline.
Swafoto = selfie. Peladen = server. Entri "server" sudah
ada. Komedi tunggal = stand-up comedy. Akronim "komtung".
Saltik = salah tik = typo. Belum ada di KBBI V.
Pratayang = preview. Portofon = handy talkie (HT).
Takaluf = (ks) mengutamakan formalitas sampai menyulitkan diri sendiri. Candala
= (ks) rendah, merasa rendah diri. Wasana = (ks) kekuatan bawah sadar yang
mempengaruhi karakter. Wiyata = (kb) pendidikan, pengajaran. Meraki = (ks)
melakukan sesuatu dengan cinta, kreativitas dan sepenuh daya. Birai = (kb)
dinding berukuran rendah di tepi jembatan atau tangga. Pancarona = (kb) beragam
warna, pancawarna. Candramawa = (ks) hitam bercampur putih. Klandestin = (ks)
secara diam-diam, secara rahasia. Serendipiti = (ks) menemukan sesuatu yang
menyenangkan saat tidak bermaksud mencarinya. Mudita = (kb) perasaan bahagia
melihat kebahagiaan / kesuksesan orang lain. Dersik = (kb) desir angin. Eunoia
= (kb) pemikiran yang indah, pikiran yang baik. Risak = (kk) mengusik,
mengganggu. Petrikor = (kb) aroma harum tanah kering saat terkena hujan. Abhati
= (kb) cahaya agung, cahaya suci. Kulacino = (kb) bekas air di meja akibat
gelas dingin atau basah. Panasea = (kb) obat / remedy bagi semua penyakit atau
kesulitan. Efemeral = (ks) tidak kekal, hanya bersifat sesaat. Sangkil = (ks)
efisien, berdaya guna. Lakuna = (kb) ruang kosong, bagian yang hilang. Taklif =
(kk) menyerahkan beban, tugas, kewajiban, yang sangat berat. Gorilya = (kb)
pencuri, maling, pencoleng. Mangata = (kb) bayangan bulan di air yang berbentuk
seperti jalan. Halai-balai = (ks) kusut, tak karuan, terlantar. Cerawat =
Mercon/ kembang api. E-dagang = Kegiatan perdagangan secara online. Rasuah =
Pemberian untuk menyogok (menyuap); uang sogok (suap). Renjana = Rasa hati yg
kuat (rindu, cinta kasih, berahi, dsb). Teroka (meneroka) = Membuka daerah atau
tanah baru (untuk sawah, ladang, dsb); merintis; menjelajahi. Tulat = Hari
ketiga dari sekarang (hari sesudah lusa). Tubin = Hari keempat dari sekarang
(hari sesudah tulat). Sepai = (kk) berpecah menjadi kecil dan berserak
kemana-mana.
Kemampuan belajar berpikir (learn to think) dan bagaimana belajar (how to learn) melalui pengalaman belajarnya (learning experience) merupakan upaya kompleks yang harus dilakukan
oleh siswa. Pembelajaran di SD, misalnya saat ini lebih menekankan pada
penggunaan Lower Order Thingking Skills
(LOTS) atau kemampuan berpikir tingkat rendah yang hanya mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan faktual yang alternatif jawabannya hanya satu dan
biasanya jawaban tersebut berupa sesuatu yang dapat ditemukan langsung di buku
atau hapalan, seperti pertanyaan Siapa? Kapan? Di mana? Hal ini kurang sejalan
dengan tujuan dan prinsip pembelajaran tematik terpadu (Suhaya, 2014), namun
bukan berarti kemampuan berpikir tingkat rendah ini harus dihilangkan.
Kemampuan berpikir tingkat rendah ini harus dikembangkan karena kemampuan
berpikir tingkat rendah merupakan perantara untuk mencapai kemampuan berpikir
yang lebih tinggi.
HOTS selain relevan dengan tematik terpadu, HOTS juga
memiliki korelasi yang tidak dapat dipisahkan dengan pendekatan scientific. Kurikulum 2013 menekankan
penerapan pendekatan scientific
(meliputi: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan
mencipta untuk semua mata pelajaran) (Sudarwan, 2013).
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran bahasa
Indonesia yang paling utama adalah tentang penguasaan kosakata. Bahkan
penguasaan kosakata ini juga menyangkut terhadap mata pelajaran lain yang
diajarkan di sekolah.
Komponen-komponen penting dalam mengajar menggunakan
pendekatan scientific (Qu, dkk., 2009): a. menyajikan pembelajaran yang dapat
meningkatkan rasa keingintahuan (foster a
sense of wonder); b. meningkatkan keterampilan mengamati (encourage observation); c. melakukan
analisis (push for analysis); dan d.
berkomunikasi (require communication).
Pendekatan saintifik ini biasanya tampak jelas ketika
siswa terlibat dalam model pembelajaran tertentu, seperti (1) Project Based Learning, (2) Problem Based Learning, atau (3) Discovery Learning. Model pembelajaran Discovery Learning adalah model
pembelajaran penemuan, dengan cara mengekplorasi dan memecahkan masalah untuk
menciptakan, menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Hal
ini sesuai dengan teori belajar bermakna (meaningful
learning theory) yang di kemukakan oleh David Ausubel.
Thomas dan Glenda (2009) menyatakan bahwa berpikir
tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekadar
menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti
sesuatu itu diceritakan kepada kita. Pada saat seseorang menghafalkan dan
menyampaikan kembali informasi tersebut tanpa harus memikirkannya, disebut
memori hafalan (rote memory). Orang
tersebut tak berbeda dengan robot, bahkan ia melakukan apapun yang diprogram
dilakukannya, sehingga ia juga tidak dapat berpikir untuk dirinya sendiri.
Berpikir tingkat tinggi secara singkat dapat dikatakan sebagai pencapaian
berpikir kepada pemikiran tingkat tinggi dari sekadar pengulangan fakta-fakta.
Berpikir tingkat tinggi mengharuskan kita melakukan sesuatu atas fakta-fakta.
Kita harus memahamnya, menghubungkan satu sama lainnya, mengkategorikan,
memanipulasi, menempatkannya bersama-sama dengan cara-cara baru, dan
menerapkannya dalam mencari solusi baru terhadap persoalan-persoalan baru.
Pencarian fakta-fakta atau upaya dalam mengatasi
persoalan-persoalan baru dapat tempuh melalui cara-cara ilmiah yang tentu saja
diperoleh melalui HOTS dengan cara observasi, trial and error, eksperimen, metode statistik, metode sampling dan
metode berpikir reflektif (Titus, 1956:79-85). Di sinilah pentingnya dalam hal
penguasaan kosakata. Bagaimana, kita mampu menemukan fakta-fakta yang
diperlukan, jika kemampuan penguasaan kosakata kita terbatas.
Implementasi
Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam pembelajaran merupakan salah satu bentuk
dari learn to think. HOTS dapat
dilakukan dalam empat tahap yakni organisational
thinking (pengorganisasian berpikir), analytical
thinking (berpikir analitis), evaluative
thinking (berpikir evaluatif) dan creative
thinking (berpikir kreatif). Kesemuanya ini memerlukan penguasaan kosakata.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Anderson
da Krathwohl (2001) bahwa proses berpikir itu dinamis, sehingga harus
dinyatakan menggunakan kata kerja dan perlu melakukan revisi terhadap taksonomi
tersebut. Saran lain adalah adanya perubahan dimensi dari proses berpikir
menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta. Untuk dimensi pengetahuan mereka memperkenalkan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif untuk setiap level proses berpikir. Dimensi proses
berpikir dalam Taksonomi Boom yang telah disempurnakan oleh Anderwon &
Krathwohl (2001) terdiri atas kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2),
menerapkan (applying-C3),
menganalisis (analyzing-C4),
mengevaluasi (evaluating-C5), dan
mengkreasi (creating-C).
Indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi menurut Krathwohl (2002) meliputi analisis, mengevaluasi, dan
mengkreasi. Analisis meliputi: (1) Analisis informasi yang masuk kemudian
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola
dan hubungannya; (2) Mengenali dan membedakan faktor penyebab dan akibat dari
sebuah skenario; dan (3) Mengidetifikasi/merumuskan pertanyaan. Mengevaluasi
meliputi; (1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi
dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan
nilai efektivitasnya; (2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan
pengujian, dan (3) Menerima atau menolak suatu pernyatan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan. Sedangkan mengkreasi meliputi; (1) Membuat generalisasi
suatu idea atau cara pandang terhadap sesuatu, (2) Merancang suatu cara untuk
menyelesaikan masalah; dan (3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian
menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.
SIMPULAN
Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan standar
HOTS dapat tercapai apabila seorang guru mampu menguasai kosakata baru yang
sulit diketahui oleh peserta didik. Hal ini merupakan kunci utama untuk pembelajaran
yang kontekstual dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran tematik
integratif yang sesuai dengan pembelajaran
kontekstual dan bermakma karena pembelajaran tematik menggunakan tema sehingga
lebih mudah dipelajari peserta didik apabila hadirnya
kosakata baru dapat dipahami.
Pengembangan
pembelajaran bahasa Indonesia dengan penguasaan kosakata berbasis HOTS akan
memberikan beberapa keuntungan bagi peserta didik, antara lain: informasi yang
dipelajari dan diproses melalui proses berpikir tingkat tinggi menguatkan
ingatan terhadap informasi tersebut, dan lebih jelas dibandingkan dengan
informasi yang diproses dengan LOTS (Low
Order Thinking Skills), misalnya menghafal. Sebagai contoh menghafalkan
rumus dengan menjelaskan penurunan rumus atau perbedaan antara mengingat
definisi suatu kata baru dengan menginternalisasi strategi. Dengan pembelajaran
HOTS peserta didik tidak hanya menghafal tetapi juga memahami dan mampu menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Guru-guru di tingkat SMP dan MTs di Batubara perlu
meningkatkan wawasannya dalam hal penfguasaan kosakata baru bahasa Indonesia,
sehingga apa yang menjadi standar dalam pembelajaran berbasis HOTS dapat dengan
mudah disampaikan kepada peserta didik.
REFERENSI
Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, TEahing, and Assessing. New York: Addison
Wesley Longman Inc.
Basiran,
Mokh. (1999). Apakah yang Dituntut GBPP
Bahasa Indonesia Kurikulum 1994? Yogyakarta: Depdikbud.
Bloom, S. L. (1976). Varieties of ordered algebras. Journal
of Computer and System Sciences, 13(2), 200–212.
Djiwandono, M. S. (1996). Tes
bahasa dalam pengajaran. ITB Bandung.
Finocchiaro,
Mary and Michael Bonomo. (1973). The
Foreign Language Learner: A Guide for teacher. New York: Regent Publishing
Company,Inc.
Gilstrap
dan Martin. (1975). Current Strategies for
Teachers.
California: Goodyear Publishing Company,Inc.
Hadley, Alice Omaggio. (1993). Teaching Language in Context. Boston: Heinle
and Heinle, 1993. Pp. xi + 532.
Hamalik,
Oemar. (2000). Psikologi Belajar dan
Mengajar. Jakarta: PT Sinar Baru Algensindo.
Harmer, J. (2001). The
practice of English language teaching. London/New York. ELT Journal Volume 57/4 October 2003
©Oxford University Press.
Joe, A.
(1995). ‘Text-based tasks and incidental vocabulary learning’. Second Language Research, 11: 149–58.
Krathwool, D. R. (2002). A Revision of Bloom Taxonomy: an Overview. Theory in To Practices, 41 (4):213-218.
Kridalaksana, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik. Jakartra:
Gramedia Pustaka Utama.
Lado, R., & Fries, C. C. (Eds.). (1959). Lessons in vocabulary (Vol. 4). University of Michigan
Press.
Lenneberg,
E. H. 1967. Biological Foundation of
Language. New York: Wiley.
Manaf, N. A. (2008). Semantik: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina Offset.
McNeil, M. J., Porter, R. B., Williams, L. A.,
& Rainford, L. (2010). Chemical composition and antimicrobial activity of
the essential oils from Cleome spinosa. Natural
product communications, 5(8),
1934578X1000500833.
Oliva,
J.M., Azcarate, P., & Navarrate, A. (2007). Teaching models in the use of
analogies as a resource in the science classroom. International Journal of Science Education, 29(1), 45-66.
Qu, R., Burke, E. K., McCollum, B., Merlot, L.
T., & Lee, S. Y. (2009). A survey of search methodologies and automated
system development for examination timetabling. Journal of scheduling, 12(1), 55-89.
Rivers, W. M. (1972). Speaking in many tongues: Essays in
foreign-language teaching. Expanded 2nd Edition. ERIC Number: ED146790, 280.
Soedjito.
(1992). Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudarwan,
P. (2013). Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran. Makalah pada Workshop Kurikulum, Jakarta.
Suhaya, Pembelajaran dan Penilaian di Sekolah Dasar [Online]. Tersedia: http://suhayasip.blogspot.co.id/2014/10/
pembelajaran-dan-penilaian.html (diunduh, 24 Mei 2019).
Sukmadinata,
N.S. & Syaodih, E. (2004). Kurikulum
dan Pembelajaran Kompetensi.
Bandung: Yayasan Kesuma Karya.
Sulasmi, N., Suyanto, E., & Samhati, S. (2013). Hubungan
Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Menyusun Kalimat Efektif dengan Keterampilan
Menulis Eksposisi. J-SIMBOL
(Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya), 1(1).
Susanti, R. (2002). Penguasaan kosakata dan kemampuan membaca
bahasa inggris. Jurnal
pendidikan penabur, 1(1),
87-93.
Tarigan, H. G. (1993). Pengantar
Kosakata. Bandung: Angkasa.
Thomas,
Alice and Thorne, Glenda, (2009) How to
Increase Higher Level Thinking [Online]. Tersedia: http://www.cdl.org/articles/how-to-increase-high-order-thinking/
(diunduh, 24 Mei 2019).
Titus,
H Harold. (1959), Living Issues in
Philosophy.
New York: American Book.